Pelecehan Seksual Putri Candrawathi, Ahli Pidana: Tak Semua Berani Lapor

Saksi ahli pidana sekaligus dosen fakultas hukum UII, Mahrus Ali
Sumber :
  • istimewa

VIVA Nasional – Saksi ahli pidana sekaligus dosen fakultas hukum UII, Mahrus Ali mengatakan korban kekerasan seksual tidak harus melakukan visum untuk membuktikan adanya satu peristiwa pelecehan seksual. Menurutnya, ada beberapa faktor yang membuat korban tidak melapor hingga melakukan visum meski mengalami pelecehan.

Usai Putusan MK, Prabowo Bakal Temui Tim Hukum Hari Ini

Hal tersebut dikatakan Mahrus saat dihadirkan sebagai saksi ahli meringankan untuk terdakwa Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan berencana Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat, hari ini, Kamis, 22 Desember 2022.

Mulanya, penasihat hukum Ferdy Sambo dan Putri Candrawathi, Rasamala Aritonang bertanya ke Mahrus mengenai kerangka kekerasan seksual dalam peristiwa penembakan Brigadir Yosua. Diketahui, peristiwa penembakan ini buntut dari adanya tindakan kekerasan seksual yang dilakukan Brigadir Yosua ke Putri Candrawathi pada 7 Juli 2022 lalu.

MK Tolak Gugatan Anies dan Ganjar, Pakar: Sudahi Kegaduhan Pilpres 2024

Terdakwa Putri Candrawathi dalam sidang lanjutan pembunuhan Brigadir J.

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

"Dalam perkara ini sudah dibuktikan di pengadilan, baik keterangan saksi maupun keterangan terdakwa di berita acara juga, motif yang terjadi pada tanggal 8 dalam hubungannya dengan kejadian peristiwa di tanggal 7 kekerasan seksual terhadap Putri Candrawathi yang dilakukan J (Brigadir Yosua). Dalam kaitan motif tersebut, saudara ahli bisa jelaskan soal kekerasan seksual berdasarkan penelitian terutama kaitannya dengan korban dan bagaimana reaksi korban terhadap peristiwa kejadian kekerasan seksual itu, bisa dijelaskan?" tanya Rasamala.

Menilik 8 Profil Hakim MK yang Putuskan Sengketa Pilpres 2024

"Izin Yang Mulia, kalau kita lihat bukunya Prof Zainal Arifin, beliau menjelaskan kalau motif itu menjadi penting dibuktikan karena menyangkut keputusan atau kehendak seseorang ketika memutuskan sesuatu, itu yang pertama," kata Mahrus.

"Kedua, di dalam kasus-kasus kekerasan seksual dalam perspektif victimology itu sering kali terjadi di ruang-ruang privat sehingga pasti harus miliki bukti. Satu-satunya bukti yang biasa dihadirkan Jaksa biasanya visum, tetapi kalau visum enggak ada bagaimana?" sambungnya.

Putri Candrawathi saat bersaksi untuk terdakwa Bharada E

Photo :
  • Youtube

Menurut Mahrus, meskipun korban tidak melakukan visum bukan berarti tidak terjadi peristiwa pelecehan seksual. Begitu juga dengan terdakwa Putri Candrawathi yang tidak melakukan visum, bukan berarti istri Ferdy Sambo itu tidak mengalami pelecehan seksual.

"Jangan disimpulkan kalau korban tidak melakukan visum tidak terjadi kejahatan (kekerasan seksual), kenapa? Karena gini Yang Mulia, dalam perspektif victimology korban kekerasan seksual itu tidak semuanya punya keberanian untuk melapor, banyak faktor," tutur Mahrus.

Faktor pertama, yakni korban kekerasan seksual saat melapor bisa saja mengalami victimisasi sekunder atas perlakuan yang tidak senonoh dari banyak aktor sistem peradilan pidana. 

Putri Candrawathi Sidang Lanjutan Pembunuhan Brigadir J

Photo :
  • VIVA/M Ali Wafa

"Misalnya, ditanya saudara berapa kali diperkosa? 5 pak, kalau 5 kali itu bukan perkosaan, tapi suka sama suka. Saudara menikmati enggak, itu pertanyaan sifatnya menjadikan korba dua kali, karena pertanyaan tidak ramah," ungkap Mahrus.

"Kemudian, faktor lainnya yaitu budaya patriarkal bahwa yang berkuasa adalah laki-laki, perempuan selalu menjadi nomor dua. Contoh kasus di Jawa Timur, bapak perkosa anak sampai melahirkan tapi tak berani lapor karena itu dianggap aib, ini victimology. Jadi artinya tidak semua korban kekerasan seksual itu punya keberanian untuk melapor," kata Mahrus.

"Artinya apa betul kalau tidak ada visum itu kemudian itu menyulitkan pembuktian, tapi tidak menyatakan kalau kejahatan tidak terjadi, karena apa? Karena banyak sekali alat bukti yang bisa diarahkan, apa? Psikologi bisa menjelaskan itu, apa contohnya? Orang yang diperkosa pasti mengalami trauma, ga ada setelah diperiksa itu ketawa-tawa ga ada, maka gimana cara membuktikan? Hadirkan saksi psikologi untuk menjelaskan itu, saya tidak punya kompeten soal itu," tandas Mahrus.

Sebelumnya diberitakan, pakar kriminolog Muhammad Mustofa menyinggung soal visum terhadap Putri Candrawathi yang menjadi korban pelecehan seksual. Seharusnya, perwira tinggi (Pati) polisi paham bahwa kasus pemerkosaan itu membutuhkan saksi dan bukti yang jelas seperti visum.

Diketahui, eks Kadiv Propam Mabes Polri Ferdy Sambo mengatakan Brigadir J diduga telah memperkosa istrinya, Putri Candrawathi saat di Magelang, Jawa Tengah, pada Juli 2022.

Jaksa Penuntut Umum (JPU) bertanya kepada Mustofa soal motif pembunuhan Brigadir J jika ditarik dari waktu pembunuhan. Menurutnya, pemerkosaan itu membutuhkan saksi dan bukti. Bukan hanya berdasarkan keterangan saja. 

"Karena yang menarik begini. Bagi seorang perwira tinggi polisi, dia tahu kalau peristiwa pemerkosaan itu membutuhkan saksi dan bukti," kata Mustofa dalam ruang persidangan.

Mustofa juga menambahkan dalam kasus pemerkosaan, satu bukti saja tidak cukup. Dengan demikian, harus disertai dengan hasil visum. Visum wajib dilakukan agar jika membuat laporan kepada polisi memiliki bukti yang cukup kuat.

"Satu barang bukti tidak cukup, dan harus ada visum. Dan tindakan itu tidak dilakukan, meminta kepada Putri untuk melakukan visum, agar kalau melapor ke polisi alat buktinya cukup," lanjut Guru Besar FISIP Universitas Indonesia (UI) tersebut.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya