Kewenangan Penyidikan OJK Dinilai Bertentangan dengan UU Polri-KUHAP

Gedung OJK / Otoritas Jasa Keuangan
Gedung OJK / Otoritas Jasa Keuangan
Sumber :
  • VIVA/Andry Daud

VIVA Nasional – Pakar Hukum Tata Negara, Muhammad Rullyandi menilai Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan atau UU PPSK yang memberi wewenang kepada Otoritas Jasa Keuangan (OJK) jadi lembaga tunggal yang dapat melakukan penyidikan terhadap tindak pidana di sektor jasa keuangan bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.

Pun juga dianggap bertentangan dengan Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Rully merasa kewenangan penyidikan yang diberikan kepada OJK harusnya bersifat terbatas. Sebab, negara sudah memposisikan Polri sebagai lembaga yang punya kewenangan terkait dengan Pemeliharaan Ketertiban dan Keamanan Masyarakat (Harkamtibmas) dan Penegakan Hukum di bidang fungsi penyidikan.

"Ketentuan Pasal 49 RUU tentang Pengembangan dan Penguatan Sistem Keuangan telah bertentangan dengan Konstitusi Pasal 30 Ayat 4, UU Polri Pasal 14 dan Ketentuan Pasal 6 Hukum Acara Pidana KUHAP yang tidak mengenal keberadaan Penyidik Pegawai Tertentu," ujarnya kepada wartawan, Jumat 6 Januari 2023.

Dirinya mengatakan bahwa independensi kelembagaan OJK pun tak bisa ditafsirkan berdiri sendiri. Sebagaimana dalam Pasal 6 KUHP, diperlukan adanya checks and balances serta koordinasi dan supervisi berkaitan dengan tindak pidana khusus. 

"Hal demikian sejatinya telah dirumuskan secara konsisten oleh pembentuk undang-undang sejak melahirkan UU OJK 2011 terkait dengan penempatan keberadaan penyidik OJK yang melibatkan penyidik Polri," ujarnya. 

Sementara itu, dosen Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, Ratno Lukito mengatakan di beberapa negara lain pengawas keuangan tak mencampur dua kewenangan penyidikan dan administrasi. Kewenangan penyidikan dinilai umumnya diserahkan kepada penegak hukum reguler atau lembaga khusus yang memiliki kewenangan penyidikan.

Halaman Selanjutnya
img_title