Terancam Habis, Ini Besaran Subsidi Dana Haji ke Jemaah Setiap Tahun

Hari terakhir kedatangan jemaah haji Indonesia di Jeddah
Sumber :
  • MCH 2022

VIVA Nasional – Kementerian Agama (Kemenag) mengusulkan kenaikan Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) 2023 yang dibebankan kepada jemaah sebesar Rp 69.193.733 atau 70 persen dari asumsi Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) sebesar Rp. 98.893.909,- atau naik sekitar Rp.514 ribu dari tahun sebelumnya. Sedangkan 30 persennya, disubsidi dari nilai manfaat pengelolaan dana haji sebesar Rp. 29.700.175.

Cegah Informasi Simpang Siur, Jemaah Haji Diimbau Tak Bagikan Kabar Tidak Benar di Media Sosial

Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah Hilman Latief mengatakan bahwa pemerintah mengajukan skema yang lebih berkeadilan dalam Biaya Penyelenggaran Ibadah Haji (BPIH) 1444 H/2023 M. Komposisi Biaya Perjalanan Ibadah Haji (Bipih) yang ditanggung jemaah dan penggunaan nilai manfaat (NM) dihitung secara lebih proporsional.

"Hal ini dimaksudkan untuk menjaga agar nilai manfaat yang menjadi hak seluruh jemaah haji Indonesia, termasuk yang masih mengantri keberangkatan, tidak tergerus habis," kata Hilman Latief di Jakarta, Sabtu, 21 Januari 2023.

Permudah Transaksi Jemaah Haji, Kartu Debit Bank Muamalat Sudah Bisa Nirsentuh

Dirjen PHU (Penyelenggaraan Haji dan Umroh), Hilman Latief

Photo :
  • MCH 2022

Menurutnya, pemanfaatan dana nilai manfaat sejak 2010 sampai dengan 2022 terus mengalami peningkatan.

Gandeng IEP, Kemenag Buka Peluang Sinergi dengan Perguruan Tinggi Amerika

Berdasarkan data perkembangan BPIH 2010-2022: (sumber data: Paparan BPKH pada Media Briefing, 19 Januari 2023)

1. Tahun 2010: Nilai Manfaat 4,45 juta (13%): Bipih 30,05 juta (87%) = 34,50 juta
2. Tahun 2011: Nilai Manfaat 7,31 juta (19%): Bipih 32,04 juta (81%) = 39,34 juta
3. Tahun 2012: Nilai Manfaat 8,77 juta (19%): Bipih 37,16 juta (81%)= 45,93 juta
4. Tahun 2013: Nilai Manfaat 14,11 juta (25%): Bipih 43 juta (75%)= 57,11 juta
5. Tahun 2014: Nilai Manfaat 19,24 juta (32%): Bipih 40,03 juta (68%) = 59,27 juta
6. Tahun 2015: Nilai Manfaat 24,07 juta (39%): Bipih 37,49 juta (61%) = 61,56 juta
7. Tahun 2016: Nilai Manfaat 25,40 juta (42%): Bipih 34,60 juta (58%) = 60 juta
8. Tahun 2017: Nilai Manfaat 26,90 juta (44%): Bipih 34,89 juta (56%) = 61,79 juta
9. Tahun 2018: Nilai Manfaat 33,72 juta (49%): Bipih 35,24 juta (51%) = 68,96 juta
10. Tahun 2019: Nilai Manfaat 33,92 juta (49%): Bipih 35,24 juta (51%) = 69,16 juta
11. Tahun 2022: Nilai Manfaat 57,91 juta (59%): Bipih 39,89 juta (41%) = 97,79 juta
12. Tahun 2023: Nilai Manfaat 29,70 juta (30%): Bipih 69,19 juta (70%) = 98,89 juta *(usulan)*

Dari data tersebut, diketahui bahwa pada tahun 2010, nilai manfaat dari hasil pengelolaan dana setoran awal yang diberikan ke jemaah hanya Rp4,45 juta. Sementara Bipih yang harus dibayar jemaah sebesar Rp30,05 juta. Komposisi nilai manfaat hanya 13%, sementara Bipih 87%.

Dalam perkembangan selanjutnya, komposisi nilai manfaat terus membesar menjadi 19% (2011 dan 2012), 25% (2013), 32% (2014), 39% (2015), 42% (2016), 44% (2017), 49% (2018 dan 2019). Karena Arab Saudi menaikkan layanan biaya masyair secara signifikan jelang dimulainya operasional haji 2022 (jemaah sudah melakukan pelunasan), penggunaan dan nilai manfaat naik hingga 59%.

"Kondisi ini sudah tidak normal dan harus disikapi dengan bijak," ujar Hilman

Pelepasan pemulangan jemaah haji Indonesia SOC 43 di Bandara Madinah.

Photo :
  • MCH 2022 / Zaky Al Yamani

"Jika komposisi Bipih (41%) dan NM (59%), dipertahankan, diperkirakan nilai manfaat habis pada 2027 sehingga jemaah 2028 harus bayar full 100%. Padahal mereka juga berhak atas nilai manfaat simpanan setoran awalnya yang sudah lebih 10 tahun," sambungnya.

Sulit Dihindari

Sementara itu, Ketua Komnas Haji dan Umrah Mustolih Siradj menyatakan kenaikan biaya haji sebagai konsekuensi yang sulit dihindari terutama jika pembandingnya dengan menggunakan acuan biaya sebelum pendemi di tahun 2019.

"Kenaikan biaya haji ini sulit dihindari karena dipicu oleh kenaikan berbagai komponen kebutuhan baik di tanah air maupun di Arab Saudi seperti biaya angkutan udara karena avturnya juga naik, hotel, pemondokan, transportasi darat, katering, obat-obatan, alkes dan sebagainya, belum lagi pengaruh inflasi, sehingga biaya haji mesti beradaptasi atas situasi tersebut," katanya.

Selanjutnya, menurut analisis dari Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Jakarta ini, rancangan biaya yang diusulkan Menag  tampaknya dalam rangka melakukan rasionalisasi, keberlangsungan dan kesehatan keuangan.  Sebab selama ini subsidi ke BPIH yang ditopang dari subsidi dana yang berasal dari imbal hasil kelolaan keuangan haji terlalu besar dan cenderung tidak sehat. Maka itu harus ada langkah berani untuk mengoreksi dan menyeimbangkan. Hak dan kepentingan jutaan jemaah haji tunggu juga harus dilindungi.

"Uang hasil dari kelolaan dana haji dari jemaah tunggu berkisar 160 triliun, seharusnya hasil dri penempatan maupun investasi menjadi hak dari jemaah haji tunggu (waiting list) yang berjumlah saat ini kurang lebih 5 juta orang selaku pemilik dana (shohibul maal). Tetapi selama ini 'tradisinya' malah diberikan untuk mensubsidi jemaah haji yang berangkat pada tahun berjalan sampai 100 persen, ini memang harus mulai dikoreksi dan dibenahi" paparnya.

Pada saat yang sama, biaya setoran awal calon jemah haji belum juga dinaikkan masih di angka Rp.25 juta/ per jemaah, setidaknya selama dua dekade belakangan. Jelas situasi ini sangat menekan keuangan haji yang sekarang ini dikelola oleh BPKH (Badan Pengelola Keuangan Haji), terlebih dengan kuota normal 221 ribu maka subsidinya juga akan kembali 'normal'. 

"Gus Men termasuk sangat berani mengambil kebijakan yang tidak populer ini, yang selama ini sangat dihindari oleh Menteri Agama era sebelumnya, terlebih di tahun politik. Tapi langkah merasionalisasi dan mengoreksi dana haji harus segera diambil demi kemaslahatan yang lebih besar dan melindungi hak dari jutaan jemaah haji tunggu, jika tidak masalah ini akan jadi bom waktu" paparnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya