KUHP Baru, Indonesia Dinilai Masuki Era Hukum Pidana Cerminan Jati Diri Bangsa

- Istimewa
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
- Eko Priliawito| VIVAnews
Pembicara lain, Guru Besar Fakultas Hukum UI, Topo Santoso menjelaskan, para perumus KUHP nasional berhasil memperbaiki tujuan pemidanaan, dari sekadar untuk menghukum atau membalas para pelaku pada KUHP lama.
"Dalam pemidanaan, pendekatan utama KUHP nasional bukan falsafah retributif, tetapi tujuannya ditegaskan untuk preventif, kemudian untuk menghindari konflik, untuk memulihkan keseimbangan. Itu hal-hal yang khas Indonesia dan tidak ada di KUHP lama," kata Topo.
KUHP nasional juga lebih komprehensif karena banyak memperbaiki kekurangan KUHP kolonial. Ini ditandai dengan lebih banyaknya pasal KUHP baru yang diundangkan sebagai UU No 1/ 2023 ini. Yaitu, terdiri dari 37 Bab, 624 Pasal dan 345 halaman; dan terbagi dalam dua bagian, yakni bagian pasal dan penjelasan.
"Intinya, perbedaan utama antara KUHP nasional dengan KUHP lama adalah perbedaan-perbedaan prinsip dan sangat fundamental, baik mengenai tindak pidana, mengenai pertanggungjawaban pidana, mengenai pemidanaan dan tindakan. Ada banyak perbedaannya, juga perbedaan buku KUHP nasional dengan yang lama. KUHP Nasional hanya dua buku mengikuti satu aturan umum tindak pidana, kalau yang lama ada tiga buku," kata Topo.
Sebagai informasi, sosialisasi KUHP di Semarang turut menghadirkan Narasumber Indriyanto Seno Adji selaku Guru Besar Hukum Pidana sekaligus Pengajar Program Pascasarjana Ilmu Hukum UI dan dihadiri sebanyak 200 peserta yang terdiri dari para akademisi, lembaga pemerintah (Forkopimda), organisasi, tokoh masyarakat dan mahasiswa hukum, serta audiens online.
Wakil Rektor 1 Bidang Akademik Unnes, Zaenuri menyampaikan, setiap aturan yang telah dibuat dan dirumuskan dalam KUHP baru merupakan cerminan dari jati diri masyarakat bangsa Indonesia yang sesungguhnya, meski dalam proses penyusunannya menimbulkan pro dan kontra.