Ahli Geologi: Bencana Alam Makan Korban Akibat Adanya Pembangunan yang Tidak Tepat

Rumah warga rusak berat terdampak gempa magnitudo 5,6 di Cianjur Jawa Barat
Sumber :
  • AP Photo/Tatan Syuflana

VIVA Nasional – Ahli geologi dan pakar kebencanaan Ir. Surono alias Mbah Rono mengatakan bahwa masyarakat harus sadar akan adanya fenomena alam, yang pada akhirnya menimbulkan bencana hingga menelan korban jiwa.

Gencarkan Promosi, Langkah Sandiaga Pulihkan Pariwisata Gunung Ruang usai Erupsi

Ia pun menjelaskan bahwa bencana alam itu terjadi akibat adanya infrastruktur bangunannya serta permukimannya yang tidak tepat. Maka dari itu, kata Rono, tidak heran jika ada bencana alam yang besar seperti gempa bumi yang terjadi di Cianjur, Jawa Barat.

"Gempa enggak membunuh. Yang salah adalah bangunan yang ditempati. Karena kita salah tempat dan salah bangunan. Sesimpel itu sebetulnya," ujar Rono saat hadir secara daring di Seminar Nasional PDI Perjuangan dengan topik: Mitigasi Bahaya Secara Cepat Sebagai Upaya Antisipasi Dini Untuk Memahami Potensi Bahaya Gempa Bumi dan Resikonya yang digelar di Sekolah Tinggi PDIP, Lenteng Agung, Jakarta Selatan, Kamis 2 Maret 2023.

Badan Geologi: Potensi Tsunami Akibat Gunung Ruang Bisa Setinggi 25 Meter

Menurutnya, hampir seluruh wilayah di Indonesia masuk dalam kategori rawan bencana alam. Pasalnya, daerah itu sangat nyaman dan enak untuk ditempati. Alamnya indah, subur, airnya banyak. Menjadi lokasi pariwisata, pertanian, nelayan.

Merinding! Jayabaya Ramal Bencana Alam Berupa Banjir dan Gunung Meletus di Mana-mana

"Jadi sebenarnya daerah rawan bencana di Indonesia sangat ekonomis dan di sisi lain sangat rawan bencana. Kita kaya mineral, batubara, minyak gas bumi, serta pertanian, perkebunan dan perikanan. Tapi di sisi lain rawan gunung meletus, gempa bumi, longsor, dan tsunami," beber Rono.

Menurutnya, masyarakat yang menjadi korban kadang tak punya pilihan, karena mereka dengan keterbatasannya, mau tak mau terpaksa menempati lokasi yang rawan benacana.

"Maka persoalan itulah yang harus dientaskan dan dibantu. Subyek bencana adalah masyarakat. Mari kita lihat dan rasakan wajah kecemasan mereka, dan mari ajarkan mereka untuk mengatasi ancaman bencana itu," imbuhnya.

Yak hanya itu, Rono juga mengatakan bahwa sejatinya, manusia adalah tamu di bumi, karena alam seperti gunung, laut, hutan semua itu sudah ada sebelum kita lahir ke bumi.

Rumah hancur akibat gempa yang mengguncang Maluku

Photo :
  • dok BNPB

Maka dari itu, Rono mengingatkan jika ada di daerah yang rawan bencana maka buatlah bangunan yang tahan gempa. Seperti nenek moyang kita dulu, memakai rumah panggung dari kayu yang sebenarnya aman dari runtuhan akibat gempa. Seperti di Jawa Barat, Nias, Karo, dan hampir semua daerah di Indonesia.

"Itu karena nenek moyang kita belajar dari alam. Sama seperti Isac Newton melihat apel jatuh, lalu menemukan teori gravitasi. Dan iptek hanya menyeimbangkan antara kemauan alam dan kemauan manusia agar tidak saling berbenturan," imbuhnya.

Rono pun sangat mengapresiasi Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri yang sangat fokus terhadap riset penanggulangan bencana.

Sebab selama ini, kata Mbah Rono, biaya riset tidak seimbang dengan biaya tanggap darurat dan kerugian bencana.

"Mitigasi bencana tanpa riset itu: Gagal sudah pasti, berhasil kebetulan," ungkapnya.

Sebagai gambaran data, Mbah Rono memaparkan catatan BNPB, Gempa Bumi NTB 2018 menghabiskan biaya tanggap darurat dan kerugian mencapai Rp18,25 triliun. Gempa Bumi Sulteng 2018 (Rp 23,16 triliun), Tsunami Selat Sunda 2018 (Rp 708,94 miliar), Banjir Sulsel 2019 (Rp 926,96 miliar), Banjir bandang Sentani 2019 (Rp668,4 miliar).

Ia juga menjelaskan bahwa riset itu penting namun lebih penting lagi bila riset kebencanaan dapat bermanfaat dalam pengurangan risiko bencana.

"Riset masih belum dianggap investasi jangka panjang dalam penataan ruang berbasis hidup harmoni dengan alam," jelas Mbah Rono.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya