KPK Lapor Menteri PUPR: Ada 5 Pegawai BPJT Jadi Komisaris Perusahaan Tol

Ilustrasi jalan tol
Sumber :
  • PUPR

VIVA Nasional – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap fakta baru di balik indikasi potensi korupsi pembangunan jalan tol di pemerintahan Joko Widodo (Jokowi) hingga merugikan keuangan negara Rp 4,5 triliun.

Deputi Bidang Penindakan dan Monitoring KPK, Pahala Nainggolan mengatakan, ada lima orang pegawai Badan Pengatur Jalan Tol (BPJT) merangkap jabatan sebagai komisaris perusahaan tol.

"BPJT kan dia mengawasi semua perusahaan yang mengoperasikan jalan tol. Nah, 5 orang BPJT ternyata komisaris di perusahaan jalan tol," kata Pahala kepada wartawan, Kamis, 9 Maret 2023.

Menteri PUPR Disebut Bakal Copot 5 Pegawai BPJT yang Rangkap Jabatan Itu

Deputi Pencegahan KPK Pahala Nainggolan

Photo :
  • ANTARA FOTO

Kata Pahala, pihaknya telah melaporkan kelima pegawai BPJT yang rangkap jabatan itu kepada Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), Basuki Hadimuljono. Ia bahkan mengungkap bahwa Basuki akan memecat lima pegawai BPJT yang rangkap jabatan sebagai komisaris perusahaan tol. 

"Lah kita bilang, 'Gimana gitu?'. Pak menteri sudah setuju copot itu semua yang lima. Jangan tanya saya namanya, saya lupa," jelasnya.

Proses Pemecatan Diserahkan ke Menteri Basuki

Menteri PUPR Basuki Hadimuljono.

Photo :
  • Dok. PUPR

Kendati begitu, Pahala tak mengungkap secara pasti kapan kelimanya akan dipecat. Ia menyerahkan segala proses pemecatan kelima pegawai itu kepada Basuki selaku Menteri PUPR.

"Tanya menteri PU dong," tandas Pahala. 

Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap potensi korupsi dalam proyek pembangunan jalan tol di pemerintahan Joko Widodo (Jokowi). Indikasi potensi korupsi proyek tol di era Jokowi itu ditengarai karena tata kelola yang buruk hingga berpotensi merugikan keuangan negara Rp 4,5 triliun.

Hasil telaah dan investigasi Direktorat Pencegahan KPK, ditemukan titik rawan korupsi dalam proyek pembangunan jalan tol yang dimulai sejak 2016, yang panjangnya mencapai 2.923 Kilometer -- 33 ruas tol, dengan rencana nilai investasi sebesar Rp593,2 Triliun. 

"Dalam tata kelolanya, KPK menemukan adanya titik rawan korupsi," tulis KPK dikutip akun Instagram resminya, Rabu, 8 Maret 2023. 

KPK menjelaskan sejumlah masalah ditemukan dalam tata kelola proyek pembangunan jalan tol di era Jokowi sehingga berpotensi terjadi korupsi. Seperti lemahnya akuntabilitas lelang pengusahaan jalan tol, terjadinya benturan kepentingan, hingga Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) yang tidak melaksanakan kewajibannya. 

Bakal Hijrah ke IKN, Presiden Prabowo dan Wapres Gibran Pakai Mobil Dinas Listrik?

Potensi rawan korupsi proyek jalan tol itu terendus mulai dari proses perencanaan, peraturan pengelolaan jalan tol yang digunakan masih menggunakan aturan lama.

"Akibatnya pembangunan tidak mempertimbangkan perspektif baru seperti kompetensi ruas tol dan alokasi pengadaan tanah," ungkap KPK

Jokowi Bakal Siapkan Program Unggulan Prabowo-Gibran Masuk dalam RAPBN 2025

Kemudian, proses lelang, KPK menemukan dokumen lelang proyek jalan tol tidak memuat informasi yang cukup atas kondisi teknis dari ruas tol. Akibatnya, pemenang lelang harus melakukan penyesuaian yang mengakibatkan tertundanya pembangunan. 

Disamping itu, untuk proses pengawasan, belum adanya mitigasi permasalahan yang berulang terkait pemenuhan kewajiban Badan Usaha Jalan Tol (BUJT). Hal ini menyebabkan pelaksanaan kewajiban BUJT tidak terpantau secara maksimal.

Kabar Sandra Dewi Dicekal Kejagung, Pengacara Harvey Moeis Bilang Begini

KPK juga menemukan potensi benturan kepentingan dalam proyek pembangunan tol. "Investor pembangunan didominasi oleh 61,9 persen kontraktor pembangunan yakni BUMN Karya (pemerintah). Akibatnya terjadi benturan kepentingan dalam proses pengadaan jasa konstruksi," papar KPK.

Selain itu, belum adanya aturan tentang penyerahan pengelola jalan tol lebih lanjut, sehingga mekanisme pelimpahan hak konsesi dari BUJT ke pemerintah menjadi rancu. 

"Lemahnya pengawasan mengakibatkan sejumlah BUJT tidak membayarkan kewajibannya sehingga berpotensi menimbulkan kerugian keuangan negara hingga Rp 4,5 triliun," ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya