PDIP NTB Bakal Bongkar Anggota DPRD Keliling Dinas Minta Proyek dan Jalan-jalan ke Dubai

Burj Khalifa, Dubai, Uni Emirat Arab (UEA).
Sumber :
  • Pixabay

VIVA – Ketua DPD PDI Perjuangan NTB yang juga Anggota DPR RI dari Dapil Pulau Lombok, Rachmat Hidayat benar-benar dibuat meradang olah pernyataan Wakil Ketua DPRD NTB Muzihir yang menudingnya ikut campur urusan DPRD NTB hanya karena Rachmat melarang Anggota DPRD dari PDI Perjuangan ikut program dewan kunjungan kerja ke luar negeri.

KPU Ungkap Alasan Abaikan Permintaan PDIP Tunda Penetapan Prabowo

Pria berambut perak itu menegaskan usai dituding ikut campur urusan DPRD NTB, dirinya kini ingin benar-benar ikut campur.

“Apa yang saya tidak ketahui tentang yang hitam dan yang putih di DPRD NTB ini. Jika selama ini kita tidak pernah ikut campur tapi kini malah dituding ikut campur, maka sekalian, sekarang saya akan ikut campur!” tandas Rachmat melalui sambungan telepon dengan nada tinggi, Minggu, 19 Maret 2023.

PDIP Gugat KPU ke PTUN, Ganjar: Tugas Saya dan Pak Mahfud Berakhir Usai Putusan MK

Ketua DPD PDI Perjuangan NTB Rachmat Hidayat bersama Megawati

Photo :
  • Istimewa/VIVA/Satria Zulfikar

Kisruh bermula dari rencana Kunker DPRD NTB ke Australia dan Dubai. Rachmat menjawab pertanyaan wartawan terkait urgensi Kunker. Dia juga telah melarang kader PDIP NTB untuk ikut Kunker. Namun justru kebijakannya tersebut dituding sebagai campur tangan terhadap internal DPRD NTB.

Airlangga Respons PDIP: Jokowi-Gibran Masuk Keluarga Besar Golkar, Tinggal Formalitasnya Saja

PDI Perjuangan melihat, kunjungan ke luar negeri tersebut tak akan memberikan tambahan pengetahuan atau keterampilan legislasi dan budgeting yang signifikan bagi anggota DPRD dari partainya. Tidak ada yang bisa dibawa pulang dari luar negeri terkait peningkatan PAD bagi daerah misalnya, atau pola pembangunan negara yang dikunjungi tersebut yang bisa diadopsi.

Menurut Rachmat, langkah pimpinan DPRD NTB menuding kebijakan internal partai terhadap anggota fraksi sebagai wujud intervensi pada lembaga, adalah sebuah persoalan yang sangat serius. Sebab, siapa pun bisa menilai itu adalah cerminan DPRD NTB dan merupakan kebijakan resmi. Sebuah hal yang tidak bisa diterima, mengingat konstitusi menjamin bahwa fraksi adalah alat kelengkapan DPRD NTB yang merupakan kepanjangan tangan partai politik.

“Sangat tidak bisa diterima jika kebijakan internal partai kepada anggota fraksinya di DPRD, dituding sebagai bentuk intervensi lembaga oleh pimpinan. Kalau mau ikut campur, dari dulu kita sudah ikut campur,” katanya dengan nada tinggi.

Oknum Dewan Minta Proyek

Rachmat mengatakan, tudingan yang dilontarkan Wakil Ketua DPRD NTB tersebut menunjukkan bahwa dirinya benar-benar telah ditantang untuk turut campur terkait kinerja DPRD NTB sebagai sebuah lembaga. Karena itu, Rachmat menegaskan dirinya siap melakukannya sekarang.

Mantan Wakil Ketua DPRD NTB ini mengemukakan, terlalu banyak hal yang terjadi di DPRD NTB yang mengharuskan para pihak di luar lembaga untuk turut campur. Rachmat memberi contoh terkait banyak hal. Salah satunya tentang program fisik yang berasal dari pokok pikiran (pokir) anggota DPRD NTB.

“Saya punya bukti bagaimana proyek pokir ini diperjualbelikan. Bagaimana praktik ijon proyek pokir tersebut dengan kontraktor. Saya juga punya bukti, ada oknum pimpinan DPRD tawaf keliling dinas-dinas untuk meminta proyek,” tegasnya.

Dia mengklaim mengetahui persis, bagaimana pembahasan anggaran di DPRD NTB yang disebutnya amburadul. Diungkapkannya, telah terjadi saling sandra saat pembahasan anggaran. Kata Rachmat, DPRD baru mau meluluskan anggaran yang diajukan eksekutif manakala kepentingan mereka telah terakomodasi. Tanpa itu, KUA-PPAS katanya, tidak akan mulus.

Imbasnya kata Rachmat, besaran pendapatan daerah akhirnya acap tak seimbang dengan besarnya belanja. Dia memberi contoh. Dalam APBD NTB, ada potensi pendapatan sebesar Rp 350 miliar dari aset Pemprov NTB di Gili Trawangan. Padahal, kata dia, publik tahu persis, bahwa hal tersebut benar-benar tidak masuk akal.

“Semua itu harus dilakukan semata demi bisa meluluskan syahwat pokir dari anggota dan pimpinan DPRD NTB. Saya punya bukti dan siap adu bukti,” tandas dia.

Imbas dari semua itu kata Rachmat, utang Pemprov NTB kepada para kontraktor kini menumpuk. Bahkan nilainya lebih dari Rp 300 miliar. Dan umumnya, para kontraktor ini adalah mereka yang mengerjakan program fisik dari pokir wakil mereka di lembaga parlemen.

Rachmat menegaskan, dirinya tak anti program pokir. Sebab, dia tahu persis bahwa program tersebut juga untuk masyarakat. Namun, menjadi hal yang tidak benar manakala wakil rakyat memaksakan program tersebut dengan cara-cara yang tidak benar pula. Karena itu, Rachmat menegaskan, jika kini Pemprov NTB berutang pada kontraktor, maka sepenuhnya hal tersebut tidak bisa dibebankan kepada Gubernur NTB belaka. Sebab, jelas-jelas ada andil DPRD NTB yang menyebabkan hal tersebut terjadi.

“Undang-Undang Pemerintahan Daerah jelas menyebutkan bahwa pemerintahan daerah itu ada Gubernur dari eksekutif dan DPRD dari usur legislatif. Karena itu, DPRD NTB harus dimintai tanggung jawab atas hal ini,” ujarnya.

Minta Aparat Penegak Hukum  (APH) Turun Tangan

Terkait seluruh pengetahuannya tentang apa yang terjadi di DPRD NTB tersebut, Rachmat menegaskan pekan ini selepas kembali dari Jakarta, dirinya akan berkonsultasi dengan aparat penegak hukum dengan membawa pula bukti-bukti yang dimilikinya. Rachmat akan bertemu dengan Kapolda NTB dan juga Kepala Kejaksaan Tinggi NTB.

Menurut Rachmat, dirinya berbicara terkait hal ini, untuk membuka mata publik tentang apa yang terjadi di lembaga yang menjadi representasi wakil rakyat. Selain itu, Rachmat juga yakin, bahwa sesungguhnya, apa yang terjadi tersebut, telah menjadi atensi pula bagi aparat penegak hukum di Bumi Gora. Mengingat, hal-hal tersebut sebagian juga sudah menjadi rahasia umum dan menjadi pengetahuan publik, terutama setelah terdapat pemberitaan di media massa yang cukup banyak.

“Dalam hal ini, APH memang kita akan minta untuk turun tangan agar semua ini bisa terang benderang,” tandas politisi berambut perak ini.

Selain itu, dirinya juga akan menemui Kementerian Dalam Negeri untuk memastikan agar ada evaluasi menyeluruh terhadap APBD NTB. Sebab, dengan beban utang yang menggunung kepada pihak ketiga, APBD NTB dinilainya dalam posisi mencemaskan. Karena itu, evaluasi harus dilakukan. Belanja-belanja yang tidak perlu, bahkan terkesan mubazir, baik di legislatif maupun di eksekutif, harus dievaluasi menyeluruh.

“Bila memang dirasa perlu, saya juga siap berkonsultasi dengan Jaksa Agung terkait semua hal yang saya ketahui dan bukti otentik yang saya miliki,” ujarnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya