Soal Perbedaan Jadwal Salat Id, Mahfud MD: Jangan Menimbulkan Perpecahan

Menko Polhukam Mahfud MD
Sumber :
  • Antara

VIVA Nasional – Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD turut menyoroti terkait adanya perbedaan jadwal salat Idul Fitri 1444 Hijriah. Hal itupun menjadi polemik ketika ada isu perizinan salat id warga Muhammadiyah di lapangan terbuka Pekalongan dan Sukabumi yang sempat tidak mendapat izin oleh Pemda.

Pakar Hukum Undip Serukan Pengkajian Ulang Perkara Korban Makelar Kasus Mardani Maming

Menurut Mahfud, hal tersebut hanyalah sebuah perbedaan persepsi publik terkait dengan penetapan 1 Syawal antara NU dengan Muhammadiyah. Padahal, menurutnya semua pihak telah menentukan bahwa hari raya Idul Fitri ada tepat pada 1 Syawal bukan menyesuaikan tanggal kalendar.

"Intinya perbedaan waktu salat itu jangan menimbulkan perpecahan karena ibarat orang solat dzuhur. Solat dzuhur mulai jam 12 ada yang salatnya jam 12 ada yang jam 1. Itu tidak ada yang salah. Sama dengan ini kan tanggal Muhammadiyah dan NU hari rayanya sama satu syawal," ujar Mahfud kepada wartawan di command center KM 29 jalan tol Jakarta-Cikampek, Selasa 18 April 2023.

Kekeringan, Warga di Lombok Tayamum untuk Salat

Mahfud menegaskan bahwa antara NU dan Muhammadiyah tetap melakukan hal yang sama dalam menentukan 1 Syawal. Penentuan itu dilakukan dalam penglihatan ketinggian hilal.

Putusan Mardani Maming Dinilai Sesat Hukum, Mahfud Md Serukan Kejaksaan Buka Lagi Perkaranya

"Itu tidak ada yang salah. Sama dengan ini kan tanggal Muhammadiyah dan NU hari rayanya sama satu syawal," ucap Mahfud.

"Kalau Muhamadiyah itu asal sudah ada di atas ufuk berapa pun kecilnya sudah solat, kalau yang NU nunggu sebentar agar bulannya terlihat karena dalilnya dari agama sama, solatlah kamu berhari rayalah kamu itu kalau bulan sudah wujud. Bagi Muhamadiyah wujud itu kalau sudah ada di atas ufuk sedikit aja udah. Oleh sebab itu jangan bertengkar pokoknya hari raya tuh sama satu Syawal," tegasnya.

Selanjutnya, Mahfud pun menjelaskan bahwa polemik soal perizinan salat Id di lapangan terbuka yang akan dilakukan oleh umat Muhammadiyah sudah selesai. Pasalnya, kata Mahfud, warga Muhammadiyah sudah dibolehkan melakukan salat Id di Pekalongan dan juga Sukabumi pada Jumat 21 April 2023.

"Saya sudah koordinasi ke sana (Pekalongan) dengan pemda dan sudah ditempatkan fasilitas tertentu di ruas jalan," kata Mahfud.

Sebelumnya, Muhammadiyah angkat bicara soal keputusan pemerintah daerah (Pemda) yang tidak memberikan izin atau meminjamkan lapangan untuk salat Idul Fitri 1444 pada Jumat, 21 April 2023. Tanggal 21 April 2023 telah ditetapkan Muhammadiyah sebagai Hari Raya Idul Fitri.

Sedangkan pemerintah melalui Kementerian Agama akan melaksanakan sidang isbat untuk menentukan Hari Raya Idul Fitri 1444 pada 20 April 2023. 

Terdapat dua Pemda yang menolak meminjamkan lapangan untuk pelaksanaan salat Idul Fitri bagi Muhammadiyah. Keduanya yakni Pemda di Kota Sukabumi, Jawa Barat dan Kota Pekalongan, Jawa Tengah.

Wali Kota Sukabumi, Achmad Fahmi dan Wali Kota Pekalongan Adzan Arslan Djunaid beralasan tidak memberikan izin menggunakan lapangan lantaran masih menunggu keputusan pemerintah pusat terkait tanggal Hari Raya Idul Fitri 1444. 

Wakil Ketua Majelis Hukum dan HAM PP Muhammadiyah, Maneger Nasution mengatakan negara harus adil dan tak boleh diskriminatif terhadap warganya walaupun berbeda dalam merayakan Idul Fitri 1444 yang berbeda-beda. 

"Sehubungan akan terjadinya potensi beda Idulfitri 1444 H, Negara khususnya pemerintah sejatinya hadir secara adil untuk semua warga negara. Negara tidak boleh diskriminatif," kata Maneger dalam keterangannya, Senin, 17 April 2023.

Lebih lanjut, Maneger menilai fasilitas publik yang dibiayai oleh rakyat seperti lapangan merupakan wilayah terbuka. Sejatinya, lapangan memang bisa dimanfaatkan sesuai dengan ketentuan pemakaian, bukan karena perbedaan paham agama dengan pemerintah. 

"Pun kegiatan melaksanakan ibadah Idul Fitri di lapangan terbuka bukan kegiatan politik dan makar kepada pemerintah. Oleh karena itu, pemerintah pusat seharusnya tidak membiarkan pemerintah daerah membuat kebijakan yang bertentangan dengan konstitusi dan melanggar kebebasan berkeyakinan," tuturnya.

"Pemerintah Pusat jangan berlindung dibalik otonomi daerah. Agama bukan bukan wilayah yang diotonomikan," pungkasnya.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya