Sidang Perdana Dirut PT CLM Bakal Digelar Daring, MAKI: Cacat Hukum!

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia Boyamin Saiman.
Sumber :
  • VIVA.co.id/ Edwin Firdaus.

VIVA Nasional – Sidang perdana mantan direktur utama PT Citra Lampia Mandiri (CLM) Helmut Hermawan terkait dengan kasus Korupsi Pertambangan, Mineral dan Batubara segera digelar di Pengadilan Negeri Makassar, Selasa 9 Mei 2023. Sayangnya sidang tersebut bakal digelar secara daring.

Kronologi Penganiayaan Siswa SMPN 55 Barombong dan Penangkapan 4 Pelaku

Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) Boyamin Saiman mengkritik langkah PN Makassar yang menggelar sidang Helmut secara daring. Boyamin menjelaskan pelaksanaan sidang daring di masa pandemi yang sudah berakhir ini menjadi cacat hukum, dimana banyak data-data yang tidak terbahas saat menjalani sidang daring.

Ilustrasi persidangan secara online.

Photo :
  • ANTARA FOTO/Ardiansyah
Anak Buah SYL Video Call Bahas 'Orang KPK' dan 'Ketua': Siapin Dolar Nanti Kami Atur

Boyamin mengatakan peradilan menjadi cacat jika sidang masih dilakukan secara daring, karena sudah tidak ada alasan kedaruratan pandemi COVID-19.

"Mestinya sudah dihapus sidang online. Kalau masih ada, berarti ya cacat hukum. Karena sudah tidak ada alasan darurat. Harusnya, kuasa hukum mengajukan keberatan ke majelis hakim," ujar Boyamin kepada wartawan, 9 Mei 2023.

Hard Gumay Ramal Kasus Hukum Chandrika Chika, Warganet: Gila, Ilmunya Dalem Banget

Beberapa pertimbangan yang seharusnya menjadi catatan yaitu, pertama bahwa sidang online conference atau daring ini bertentangan dengan UUD, KUHAP dan Kekuasaan Kehakiman.

"Itu jelas pada pokoknya menyatakan bahwa terdakwa wajib hadir secara fisik, jika kemudian terdakwa dihadirkan secara online sehingga itu bertentangan dengan UUD baik KUHAP maupun Kekuasaan Kehakiman," ujarnya.

Kedua yaitu sidang online ini berpotensi  menghambat kebenaran materiil perkara yang harusnya bisa digali oleh seluruh pihak. Padahal jika terdakwa dihadirkan secara langsung, semua pihak bisa menggali secara komperhensif.

"Termasuk melihat gestur dalam pembuktian, misalkan gestur dari saksi. Karena ingin menggali materiil bukan formil seperti yang terjadi di sidang perdata gitu. Sehingga kalau jaraknya jauh, daring atau online, tentu sangat  menghambat. Kesusahan jadinya, kemudian bisa jadi ada gangguan dengan jaringan dan peretasan," ujarnya.

Alasan ketiga yaitu terkait dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (MA), bahwa sidang tatap muka bisa digelar bagi terdakwa yang tidak ditahan dan sidang online bagi terdakwa yang ditahan, sangat tidak masuk akal.

"Apakah menjamin kalau terdakwa tidak ditahan, sidang tatap langsung menjamin semua sehat? dan tidak ditahan dia bebas Covid-19? faktanya justru yang lebih terjadi bebas Covid-19 yang ditahan," ujarnya.

Kasus hukum yang disidangkan di pengadilan (foto ilustrasi).

Photo :
  • ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay

Sementara itu Kuasa Hukum Helmut Hermawan, Sholeh Amin mengatakan bahwa dengan dicabutnya status pandemi dan menjadi endemi, maka dasar sidang secara online dalam perkara pidana dengan alasan ada pandemi, tidak bisa lagi dijadikan dasar.

"Dengan persidangan secara langsung, para penegak hukum seperti majelis hakim,  JPU dan advokat bisa berinteraksi secara langsung dengan terdakwa dan para saksi," ujarnya

Sehingga, lanjutnya, para penegak hukum bisa menggali untuk memperoleh kebenaran yang sesungguhnya.

"Karena dasar kedaruratan pandemi tidak ada lagi. Untuk itu, tujuan peradilan pidana untuk memperoleh 'social justice' dan 'legal juctice' bisa menjadi kenyataan dengan diselenggarakannya sidang secara langsung," ujarnya

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya