KPK Tidak Terbitkan Sprindik Anggota TNI di Kasus Dugaan Korupsi di Basarnas

Barang Bukti OTT KPK Basarnas
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), saat ini tengah dilanda polemik atas kasus dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa di Badan SAR Nasional (Basarnas). Ternyata, komisi antirasuah tersebut tidak mengeluarkan surat perintah penyidikan atau sprindik, untuk 2 anggota TNI yang diduga terlibat dalam kasus tersebut.

Nurul Ghufron Sempat Ngadu ke Alex Sebelum Bantu ASN Kementan Mutasi ke Jatim

Wakil ketua KPK, Alexander Marwata, menjelaskan proses operasi tangkap tangan (OTT) atas dugaan korupsi di Basarnas. Alex menyebut, saat gelar perkara, pihak KPK dan TNI hadir secara langsung ada.

KPK pun dalam operasi senyap dugaan korupsi di Basarnas sudah menetapkan Kabasarnas Marsekal Madya (Marsdya) TNI Henri Alfiandi (HA), dan Koorsmin Kabasarnas RI Afri Budi Cahyanto bersama 3 pihak swasta sebagai tersangka.

Kadiv Propam Polri Apresiasi Rakornis POM TNI-Propam Polri

"Dalam gelar perkara yang dihadiri lengkap oleh penyelidik, penyidik penuntut umum, pimpinan dan juga diikuti oleh penyidik dari Puspom TNI tidak ada yang menolak atau keberatan untuk menetapkan 5 orang sebagai tersangka. Semua diberi kesempatan berbicara untuk menyampaikan pendapatnya," jelas Alex kepada wartawan dikutip Senin 31 Juli 2023.

Kemudian, kata Alex, penetapan tersangka kepada Henri dan Afri itu sudah ada kesepakatan dengan Puspom TNI. Maka dari itu, lembaga antirasuah tidak mengeluarkan sprindik atas 2 anggota TNI aktif.

Nurul Ghufron Jelaskan Perkara yang Bikin Dia Disidang Masalah Etik Dewas KPK

"Dalam ekspose juga disimpulkan untuk oknum TNI penanganannya akan diserahkan ke Puspom TNI. Oleh karena itu KPK tidak menerbitkan sprindik atas nama anggota TNI yang diduga sebagai pelaku," kata Alex.

Penetapan tersangka kepada 5 orang yang diantaranya adalah anggota TNI, jelas Alex, itu telah mendapatkan bukti yang cukup. Adapun buktinya yakni berupa uang dan bukti penyadapan.

"Dalam kegiatan tangkap tangan, KPK sudah mendapatkan setidaknya dua alat bukti, yaitu keterangan para pihak yang tertangkap dan barang bukti berupa uang serta bukti elektronik berupa rekaman penyadapan atau percakapan. Artinya, dari sisi kecukupan alat bukti sudah cukup untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka," bebernya.

Johanis Tanak Minta Maaf

Wakil ketua KPK, Johanis Tanak, mengatakan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah mengakui ada kekhilafan ketika melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terkait dengan dugaan pengadaan alat deteksi korban reruntuhan. 

Seperti diketahui, KPK melakukan operasi senyap kepada Koorsmin Kabasarnas RI Letkol Afri Budi Cahyanto di wilayah Cilangkap, Jakarta Timur pada Selasa 25 Juli 2023. Bahkan, KPK pun sudah menetapkan Afri bersama dengan Kepala Badan SAR Nasional (Kabasarnas) Henri Alfiandi sebagai tersangka dugaan kasus korupsi.

"Dalam pelaksanaan tangkap tangan itu ternyata tim menemukan, mengetahui adanya Anggota TNI dan kami paham bahwa tim penyelidik kami mungkin ada kekhilafan, ada kelupaan bahwasanya manakala ada melibatkan TNI harus diserahkan kepada TNI, bukan kita yang tangani, bukan KPK," ujar Tanak di gedung merah putih KPK, Jumat 28 Juli 2023.

Tanak pun meminta maaf kepada Panglima TNI Laksamana Yudo Margono atas operasi senyap dan melibatkan anggota TNI.

"Oleh karena itu kami dalam rapat tadi sudah menyampaikan kepada teman2 TNI kiranya dapat disampaikan kepada panglima TNI dan jajaran TNI atas kekhilafan ini kami mohon dapat dimaafkan dan kedepan kami berupaya kerja sama yang baik antara TNI dengan KPK dan aparat penegak hukum yang lain atas tindak pidana korupsi yang lain," kata Tanak.

Tanak pun menjelaskan bahwa memang sejatinya jika terdapat anggota TNI yang berkasus terlebih kasus korupsi tetap diurus di Puspom TNI. Hal itu sudah tertuang dalam aturan perundang-undangan.

"Karena lembaga peradilan sebagaimana diatur dalam pasal 10 UU nomor 14 tahun 1970 tentang pokok2 peradilan itu diatur ada 4 lembaga peradilan. Peradilan umum, peradilan militer, peradilan tata usaha negara, dan peradilan agama," kata Tanak.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya