MK Tolak Gugatan MAKI soal Masa Jabatan Pimpinan KPK
- ANTARA FOTO/Hafidz Mubarok
Jakarta – Mahkamah Kontitusi (MK) secara resmi menolak gugatan yang diajukan oleh Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) terkait dengan perpanjangan masa jabatan pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjadi lima tahun.
"Menyatakan permohonan para pemohon tidak dapat diterima," ujar Ketua Mahkamah Konstitusi Anwar Usman di ruang sidang, Selasa 15 Agustus 2023.
"Menimbang bahwa berdasarkan alasan-alasan yang dikemukakan di atas, sesuai dengan ketentuan Pasal 74 PMK 2/2021, seharusnya dalam menyatakan permohonan para pemohon kabur, Mahkamah tidak perlu membahas atau masuk pada pokok permohonan," sambungnya.
Kata hakim, sudah tidak ada lagi keraguan terkait dengan putusan MK tentang masa jabatan KPK menjadi 5 tahun dan berlaku bagi kepemimpinan KPK saat ini.
"Dengan demikian, tidak ada lagi keraguan dalam putusan MK, yaitu masa jabatan pimpinan KPK menjadi 5 tahun yang berlaku bagi pimpinan KPK saat ini. Dengan kata lain, pemberlakuan putusan itu berlaku untuk pimpinan saat ini saat ini, artinya berakhir pada 20 Desember 2024," kata dia.
Sebelumnya diberitakan, Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI) telah mengajukan sebuah uji materi ke Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan masa jabatan pimpinan KPK yang tadinya hanya empat tahun menjadi lima tahun.
MAKI pun meminta kepada MK agar tidak mulai perlakukan masa jabatan lima tahun pimpinan KPK di era Firli Bahuri Cs.
"Bahwa Negara Indonesia adalah negara hukum (Pasal 1 Ayat (3) UUD 1945) berlaku azas 'hukum tidak boleh berlaku surut' sehingga masa jabatan Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun berdasar Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 112/PUU-XX/2022 tidak berlaku untuk Pimpinan KPK yang saat ini menjabat dan semestinya berlaku untuk periode tahun 2023-2028," ujar Boyamin ketika bacakan uji materi di akun Youtube MK dikutip Selasa 11 Juli 2023.
Diketahui, Boyamin telah mengajukan uji materi Pasal 34 UU No 30 Tahun 2002 tentang KPK jo Putusan MK Nomor 112/PUU-XX/2022 bertentangan dengan UUD 1945. Dalam hal itu, Boyamin meminta bilamana penerapan masa jabatan pimpinan KPK selama lima tahun itu dilakukan setelah era Firli Bahuri Cs.
"Menyatakan Pasal 34 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi junto Putusan Nomor 112/PUU-XX/2022 bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat sepanjang tidak dimaknai: 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama 5 (lima) tahun tidak berlaku periode sekarang ( Firli Bahuri dkk) dan berlaku untuk periode selanjutnya (tahun 2023-2028)'," bunyi permohonan itu.
Adapun pemohon uji materi itu yakni Christophorus Harno. Ia telah menjalani sidang uji materi pada Senin 10 Juli 2023 kemarin terkait dengan pemeriksaan pendahuluan gugatan Boyamin.
Boyamin menjelaskan bahwa saat ini mencari penafsiran terkait dengan keputusan MK soal perpanjangan jabatan pimpinan KPK jadi lima tahun. Ia menyebut bahwa keputusan itu akan diterapkan era saat ini atau tidak.
"Permohonan kami sangat sederhana dan ini bagian dari bahwa yang berhak menafsirkan dari putusan adalah hakim itu sendiri, sementara polemik di masyarakat ini sudah terjadi, dan sehingga kami berikhtiar mengajukan ini sebagai bentuk bagian dari mempertegas dan memperjelas kapan berlakunya masa jabatan lima tahun itu, apakah berlaku yang sekarang atau berlaku yang akan datang? Dan otomatis permohonan kami, ya, bagian dari sebuah gugatan, maka menginginkan dalam bentuk berlaku yang akan datang," kata Boyamin.
Lantas, majelis hakim pun meminta Boyamin untuk menjelaskam mana yang termasuk inkonstitusional dan kerugiam yang dialami Boyamin dalam keputusan tersebut.
"Kemudian, ya, di sinilah kerugian konstitusional yang dialami, baik itu potensial ataupun aktual yang dimohonkan pengujiannya dan yang dijadikan apa dasar pengujian atau disebut juga batu ujinya ini Pasal 27 ayat (1) dan Pasal 28D UUD 1945. Betul-betul dipertentangkan atau diuji, di apa adu, ya, pasal yang dimohonkan pengujian. Ya, adapun mau dikaitkan nanti dalam uraiannya bahwa dengan putusan apa, MK, ya, silakan. Tapi, betul-betul di mana letak apa inkonstitusionalnya itu, pasal itu yang dimohonkan pengujian dengan dasar pengujian atau batu ujinya. Saya kira itu nanti perlu dipertajam betul. Jadi tidak cukup satu," kata hakim.
Kemudian hakim pun meminta kepada Boyamin untuk lebih mengelaborasi atau memperjelas terkait dengan gugatannya yang disusun hanya tiga halaman.
"Kemudian di Petitum itu, ya, apa ini sepanjang tidak dimaknai artinya ini bersyarat, ya, pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi menjabat lima tahun tidak berlaku sekarang, apalagi menyebut nama, ya, dan berlaku untuk periode selanjutnya. Nah, ini diperhitungkan betul karena norma yang dimohonkan pengujian itu, ya, adalah yang berbunyi, 'Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi memegang jabatan selama lima tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.' Nah, hanya Pemohon ini meminta ditambah sebagai syarat dimaknai 'tidak berlaku periode sekarang', lalu menyebut nama dan berlaku untuk periode selanjutnya," kata hakim.
"Setelah itu, menyebut juga batas waktunya 2023-2028. Coba ini nanti diapakan betul terkait dengan apa Petitum yang demikian ini karena Permohonannya itu kan terkait dengan apa Pasal 34 itu. Nah, nah, jadi sekali lagi ini nanti jadi bahan pertimbangan Pemohon untuk kalau disempurnakan, sehingga, ya, nanti dielaborasi hal-hal yang ada di item-item di Kewenangan Mahkamah, di Kedudukan Hukum, dan di Alasan Permohonannya, di Positanya," lanjutnya.
Gugatan yang diajukan terkait dengan masa jabatan pimpinan KPK jadi lima tahun itu harus dikembalikan ke Hakim dari pemohon sebelum tanggal 24 Juli 2023.