Eks Pimpinan KPK Saut Situmorang Blak-blakan soal Dugaan Jokowi Intervensi Kasus KPK

Mantan Komisioner KPK, Saut Situmorang.
Sumber :
  • VIVA/M Ali Wafa

Jakarta – Mantan Wakil Ketua KPK, Saut Situmorang buka suara soal adanya pengakuan dari mantan koleganya yakni Agus Rahardjo. Omongan Agus mengklaim bahwa dirinya pernah dimarahi Presiden RI Jokowi soal kasus korupsi e-KTP.

Prabowo Pernah Bilang Demokrasi Sangat Melelahkan, Bamsoet Dorong Penyempurnaan UU Pemilu

Saut menyebut kalau hal itu diduga terjadi sekitar September 2019 saat Revisi Undang-Undang KPK dan kini menuai polemik. Dia menjelaskan peristiwa tersebut terjadi saat pimpinan KPK hendak melakukan konferensi pers penyerahan mandat atau tanggung jawab pengelolaan KPK kepada presiden.

"Aku jujur, aku ingat benar pada saat turun ke bawah pak Agus bilang 'Pak Saut, kemarin saya dimarahin (presiden), 'hentikan' kalimatnya begitu," kata Saut kepada wartawan, Jumat 1 Desember 2023.

Dewas KPK Ungkap Penyalahgunaan Wewenang Nurul Ghufron: Diminta Mutasi PNS Kementan ke Jawa

Lebih lanjut, Saut menceritakan pada Jumat 13 September 2019 ada tiga pimpinan KPK yakni dirinya sendiri, Agus Rahardjo, dan Laode M Syarif. Pun, saat itu tiga pimpinan diminta menyerahkan tanggung jawab atau mandat pengelolaan lembaga antirasuah ke Presiden Jokowi.

Agus Rahardjo, saat menjabat Ketua KPK, bersama pimpinan lain mengikuti rapat kerja di DPR

Photo :
  • ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Ketua DPRD Jambi Edi Purwanto: Kami Siap Berantas Korupsi

Dijelaskan Saut, hal itu berkaitan dengan Revisi UU KPK yang justru melemahkan kinerja pemberantasan korupsi. Pimpinan dan pegawai KPK menyatakan keberatan terhadap revisi dimaksud. Namun, berbagai protes mereka tak didengar hingga akhirnya perubahan kedua UU KPK disahkan.

Saut menduga kalau sikap semua pimpinan KPK terhadap kasus e-KTP yang menjerat Ketua DPR RI saat itu, Setya Novanto, sudah diketahui presiden. Sebab, menurutnya kalau tiga pimpinan KPK menyetujui untuk melakukan penyidikan kasus tersebut. Namun, dua pimpinan lainnya tak sepakat.

"Dalam pikiran kotor aku pasti ada bocoran kan skornya 3-2. Tahu lah Anda yang 2 siapa, yang 3 siapa. Jadi, mungkin dia (presiden) dengar-dengar dan panggil saja. Mungkin di pikiran yang perintah seperti itu. Tapi, enggak tahu lah kenapa (Agus Rahardjo) dipanggil sendirian," ujar Saut.

Dia pun mengapresiasi sikap Agus yang berani kontra dengan menolak permintaan Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus e-KTP.

"Sebagai pimpinan, aku nilai dia (Agus Rahardjo) bijak lah dia ke sana (istana). Tapi, aku rasa dia punya feeling itu arahnya ke mana," kata Saut.

"Kalau pak Agus bisa dipengaruhi, berubah tuh skornya dari 3-2. Tapi, kan sudah ada tanda tangan Sprindik [Surat Perintah Dimulainya Penyidikan]," tutur Saut.

Sebelumnya, heboh pengakuan Agus Rahardjo yang membongkar permintaan Jokowi agar kasus e-KTP yang menyeret Setya Novanto disetop.  Dia menceritakan, saat masuk Istana Negara, Jokowi ketika itu sudah marah dan meminta agar kasus e-KTP segera dihentikan.

“Di sana begitu saya masuk, presiden sudah marah. Menginginkan karena saya baru masuk itu teriak ‘hentikan’. Setelah saya duduk baru saya tahu bahwa yang disuruh hentikan adalah kasusnya Pak Setnov, ketua DPR waktu itu punya kasus e-KTP supaya tidak diteruskan,” kata Agus.

Penjelasan Istana

Pihak Istana melalui Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana buka suara soal pernyataan mantan Ketua KPK, Agus Rahardjo terkait dugaan intervensi Jokowi dalam kasus korupsi proyek e-KTP. Awalnya, Agus dalam acara talkshow televisi swasta menceritakan pengalamannya yang dimarahi Jokowi terkait kasus korupsi megaproyek e-KTP.

Saat itu, Agus yang jabat Ketua KPK dipanggil untuk menghadap Jokowi sendiri tanpa empat Komisioner KPK lainnya.

“Setelah dicek, pertemuan yang diperbincangkan tersebut tidak ada dalam agenda Presiden,” kata Ari saat dikonfirmasi wartawan pada Jumat, 1 Desember 2023.

Pun, dia menuturkan Jokowi dalam pernyataan resminya pada 17 November 2017, secara tegas meminta agar Novanto mengikuti proses hukum di KPK. Hal itu menyangkut status Novanto yang sudah ditetapkan sebagai tersangka korupsi proyek e-KTP. Dia menekankan saat itu, proses hukum terhadap Novanto terus berjalan.

“Kita lihat saja apa kenyataannya yang terjadi. Kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada tahun 2017. Dan, sudah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap. Presiden juga yakin proses hukum terus berjalan dengan baik,” ujarnya.

Ari juga menambahkan, revisi Undang-Undang KPK pada 2019 itu bukan inisiatif pemerintah, namun merupakan inisiatif DPR RI.

“Perlu diperjelas bahwa Revisi UU KPK pada tahun 2019 itu inisiatif DPR, bukan inisiatif Pemerintah. Dan, terjadi dua tahun setelah penetapan tersangka Setya Novanto,” tutur Ari.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya