Pemaksaan Hak Angket oleh Sejumlah Parpol Dinilai Jadi Kemunduran Demokrasi RI

Ilustrasi rapat paripurna DPR
Sumber :
  • VIVAnews/Anwar Sadat

Jakarta – Direktur Pusat Riset Politik, Hukum dan Kebijakan Indonesia (PRPHKI), Saiful Anam angkat bicara mengenai dorongan menggulirkan Hak Angket di DPR RI untuk menyelesaikan persoalan Pilpres 2024. Menurutnya, apabila pelaksanaan Hak Angket ini dipaksakan, maka itu bisa dinilai sebagai tanda kemunduran demokrasi di Indonesia. 

Romi Hariyanto Daftar Cagub Jambi ke Gerindra, Tak Ciut Nyali Lawan Petahana

Saiful mengatakan, parpol pendukung 01 dan 03 harusnya memanfaatkan kewenangan dari lembaga-lembaga negara yang ada, sesuai kewenangan yang diberikan oleh konstitusi terkait pemilu seperti Mahkamah Konstitusi (MK) dan Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

"Jika tetap dipaksakan diselesaikan melalui Hak Angket, justru ini merupakan kemunduran demokrasi, dan akan memperkeruh bangunan demokrasi yang selama ini sudah dibangun," kata Saiful kepada wartawan, Selasa, 5 Februari 2024.

Mahfud Khawatir Korupsi Meluas dan Merusak Negara jika Jumlah Kementerian Bertambah

Ilustrasi logo parpol peserta Pemilu 2024.

Photo :
  • Dok. VIVA

Saiful menambahkan, semua persoalan dalam kepemiluan sudah memiliki saluran hukumnya masing-masing, hingga langkah menggulirkan hak angket. Untuk itu, para pihak yang akan menggulirkan hak angket perlu dipertimbangkan ulang dengan mengutamakan saluran hukum yang ada.

Usai Geledah Ruang Kerja, KPK Panggil Lagi Sekjen DPR Indra Iskandar

"Sehingga tidak perlu mengambil langkah yang tidak seharusnya dilakukan. Saya kira parpol yang menggulirkan Hak Angket harus memastikan kembali apakah Hak Angket merupakan pilihan yang tepat, karena telah ada mekanisme yang diberikan oleh UU," ucapnya.

Sementara itu, pengamat politik sekaligus peneliti Indikator Politik Indonesia, Bawono Kumoro, mengatakan langkah partai politik yang menggulirkan hak angket di DPR RI terkait penyelidikan dugaan kecurangan pada pelaksanaan pemilihan umum tahun 2024 patut diragukan. 

"Soliditas partai-partai pendukung pasangan calon 01 dan 03 untuk mengajukan hak angket terhadap pemerintah terkait dengan soal dugaan kecurangan pemilu patut diragukan," kata Bawono Kumoro.

"Partai-partai pendukung pasangan calon 01 dan 03 akan lebih bersikap realistis dengan menerima hasil dari pemilu ini ketimbang menghabiskan energi politik untuk hak angket di DPR RI", tambahnya.

Menurut Bawono, pertemuan antara ketua umum dari Partai NasDem Surya Paloh dan Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu juga dapat dilihat sebagai bentuk cerminan dari Partai NasDem sebagai partai utama pendukung pasangan calon 01 untuk bersikap realistis menerima hasil dari Pemilu 2024.

Selain itu, untuk mencari peluang berkoalisi di pemerintahan Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, ketimbang berperan sebagai oposisi selama lima tahun mendatang.

"Apalagi selama berkiprah di panggung politik nasional Partai NasDem tidak memiliki DNA sebagai partai oposisi," ucap Bawono.

Presiden Jokowi dan Ketum Nasdem Surya Paloh

Photo :
  • ANTARA Foto

Lebih jauh Bawono mengatakan, langkah dari Partai NasDem tersebut bukan tidak mungkin nanti akan diikuti Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Bahkan, kemungkinan besar dalam waktu dekat Muhaimin Iskandar selaku ketua umum PKB akan bertemu Jokowi seperti dilakukan Surya Paloh beberapa hari kemarin.

“PKB akan lebih memilih untuk bersikap realistis menerima hasil pemilu dan melihat peluang untuk bergabung di dalam pemerintahan, ketimbang ngotot untuk mendorong hak angket di DPR RI,” jelasnya.

“Dengan begitu wacana dari segelintir elite politik untuk menggulirkan hak angket di DPR RI terhadap pemerintah hampir dapat dipastikan tidak akan memperoleh dukungan politik memadai dari partai-partai di DPR RI,” pungkasnya. 

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya