- ANTARA/Ismar Patrizki
VIVAnews - International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) menilai, ancaman eksekusi mati terhadap 345 WNI di Malaysia merupakan wujud dari ketidakberdayaan diplomasi pemerintah Indonesia terhadap Malaysia.
"Seharusnya, pemerintah memperkuat kembali diplomasi kita, bukan diam saja," kata Kepala Program Monitoring International NGO Forum on Indonesia Development (INFID) Wahyu Susilo, kepada VIVAnews, Senin 23 Agustus 2010.
Wahyu yakin sebetulnya pemerintah tahu ada 345 Warga Negara Indonesia yang terancam hukuman mati, tetapi hanya diam saja, tidak mengambil langkah pembelaan.
"Contoh Australia dalam memperjuangkan warganya, Corby, mereka berupaya maksimal. Tapi Indonesia sama sekali tidak ada upaya membantu warganya sebagai tanggung jawab negara," ujarnya. "Bahkan di Filipina, sampai kepala negaranya turun tangan ketika mengetahui ada warganya yang bermasalah di negara lain," ujar dia.
Dalam kasus WNI di luar negeri, khususnya Malaysia, Wahyu khawatir pemerintah Indonesia justru menyalahkan WNI dan membiarkan mereka mati di tiang gantungan. WNI yang terancam hukuman mati ini dituding terlibat kasus perkosaan dan narkoba.
"Padahal kita bisa mempertanyakan ke pengadilan di Malaysia, apakah benar-benar mereka melakukan tindak kejahatan itu. Apakah 345 WNI itu merasa tertekan selama dipersidangan? Pemerintah seharusnya mencari tahu,"
Bahkan, bila perlu saat di pengadilan pemerintah mendampingi dan melakukan pembelaan.
"Tapi, kalau sudah diputuskan di pengadilan sulit dong bagi pemerintah kita untuk ikut campur. Seharusnya sebelum masuk pengadilan kita bisa memengaruhi hakim," urainya.
Sebelumnya, dua warga negara Indonesia (WNI) asal Aceh, berisnisial BS dan TI, divonis hukuman gantung oleh Pemerintah Malaysia. Vonis hukuman gantung tersebut dijatuhkan pada 18 Agustus lalu, satu hari setelah peringatan Hari Kemerdekaan ke-65. (umi)