Mengapa MA Pakai KUHP Jerat Playboy?

Sumber :
  • i170.photobucket.com

VIVAnews - Mahkamah Agung (MA) menyatakan Majalah Playboy Indonesia yang dikomandoi  Erwin Arnada melanggar Pasal 282 KUHP yang mengatur masalah pidana kesusilaan. Selaku Pemimpin Redaksi Majalah Playboy, Erwin Arnada pun divonis dua tahun penjara.

Ditemui di ruang kerjanya, Ketua Majelis Hakim yang mengadili perkara Playboy, Mansyur Kartayasa, menjelaskan mengapa MA tidak menggunakan Undang-Undang Pers dalam mengadili perkara bernomor 927 K/Pid/2008 ini.

"Setelah dilakukan pemeriksaan, semua (majelis hakim) sepakat alasan-alasan kasasi jaksa dapat dibenarkan," kata Masyur kepada wartawan di ruang kerjanya, Jumat 27 Agustus 2010. Karenanya, majelis menerima kasasi yang diajukan jaksa (sebelumnya diberitakan, MA menolak kasasi jaksa).

Selain Mansyur, anggota majelis hakim lainnya adalah Abbas Said dan Imam Harjadi.

Majelis Kasasi MA, kata dia, menilai pertimbangan hukum putusan peradilan penguji fakta, yakni Pengadilan Tinggi DKI Jakarta dan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, dalam kasus ini salah dan keliru. 

Sebab Undang-Undang (UU) Pers tidak mengatur delik penyebaran gambar yang melanggar kesusilaan atau kesopanan dengan maksud disiarkan di muka umum. "Dia (UU Pers) hanya mengatur pemberitaan opini atau peristiwa," jelas Masyur.

MA menilai penyebaran ini justru diatur KUHP. "Sehingga, sangat tepat dalam kasus itu diterapkan pasal 282 KUHP," kata dia.

Hal ini, sambung dia, diperkuat oleh keterangan saksi dan ahli, salah satunya pakar pidana Universitas Indonesia Rudi Satrio. "Dia (Rudi) katakan pose foto termasuk pornografi, melanggar kesusilaan," ujarnya.

Dalam sistem hukum Belanda, akar KUHP, kartu pos bergambar lelaki peluk perempuan adalah perbuatan cabul.

Seperti diberitakan sebelumnya, putusan ini diketuk palu pada Rabu 29 Juli 2009. Putusan ini mengugurkan vonis bebas bagi Erwin Arnada yang sempat diambil majelis hakim di bawah MA.

Apa pertimbangan judex factie atau penguji fakta yang dinilai keliru oleh MA? "Perkara ini lex specialis sehingga harus menggunakan UU Pers," kata dia.

Vonis ini menimbulkan pro dan kontra. Bagi Front Pembela Islam (FPI) putusan ini harus segera dieksekusi. Sementara Dewan Pers menyesalkan putusan kasasi MA. (umi)