Jaksa Sebut Hasto Perintahkan Harun Masiku Sembunyi di Kantor DPP PDIP hingga PTIK
- VIVA.co.id/M Ali Wafa
Jakarta, VIVA – Sekjen PDIP, Hasto Kristiyanto diungkapkan sempat memerintahkan Harun Masiku, untuk bersembunyi di Kantor DPP PDIP untuk menghindari operasi tangkap tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada 8 Januari 2020.
Hal itu terungkap dalam surat dakwaan terhadap Hasto yang dibacakan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK di Pengadilan Tipikor Jakarta, Jumat, 14 Maret 2025.
Jaksa menjelaskan bahwa Hasto memberikan perintah tersebut setelah mendapat informasi soal penangkapan mantan Komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU), Wahyu Setiawan. Mengetahui hal itu, Hasto langsung menghubungi Nurhasan, penjaga rumah aspirasi di Jalan Sutan Syahrir No. 12A, yang sering digunakan sebagai kantor oleh Hasto, untuk menghubungi Harun Masiku.
Hasto juga memerintahkan agar Harun menenggelamkan ponselnya ke dalam air agar tidak dapat dilacak oleh tim penyelidik KPK. Selain itu, Hasto juga meminta Harun Masiku untuk bersembunyi di Kantor DPP PDIP agar tidak terendus oleh lembaga antirasuah.
"Pada sekitar pukul 18.19 WIB, Terdakwa mendapatkan informasi bahwa Wahyu Setiawan telah diamankan oleh Petugas KPK. Kemudian, Terdakwa (Hasto) melalui Nurhasan memberikan perintah kepada Harun Masiku agar merendam telepon genggam miliknya ke dalam air dan memerintahkan Harun Masiku untuk menunggu (standby) di Kantor DPP PDI Perjuangan dengan tujuan agar keberadaannya tidak bisa diketahui oleh Petugas KPK," kata Jaksa.
Setelah itu, Jaksa menyebut Nurhasan dan Harun bertemu di sekitar Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta, atas perintah Hasto. Keduanya lalu menuju Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK). Namun, pergerakan mereka terlacak oleh KPK melalui ponsel Nurhasan.
"Pada sekitar pukul 18.35 WIB, bertempat di sekitar Hotel Sofyan Cut Mutia, Jakarta, Harun Masiku bertemu dengan Nurhasan. Menindaklanjuti perintah Terdakwa (Hasto) dan atas bantuan Nurhasan, pada jam 18.52 WIB, telepon genggam milik Harun Masiku tidak aktif dan tidak terlacak. Selanjutnya, Petugas KPK memantau keberadaan Harun Masiku melalui update posisi telepon genggam milik Nurhasan, yang terpantau pada jam 20.00 WIB bersama dengan Harun Masiku berada di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK)," urai Jaksa.
Jaksa juga mengungkap bahwa pada saat yang sama, staf Hasto bernama Kusnadi terlihat berada di PTIK. Tapi, KPK tidak berhasil menangkap Harun Masiku. "Pada saat bersamaan, Kusnadi selaku orang kepercayaan Terdakwa (Hasto) juga terpantau berada di PTIK. Kemudian, Petugas KPK mendatangi PTIK, namun tidak berhasil menemukan Harun Masiku," kata Jaksa KPKJ.
Atas perbuatannya, Jaksa mendakwa Hasto dengan tindak pidana korupsi berupa perintangan penyidikan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 65 ayat (1) KUHP. Selain itu, Hasto juga didakwa terlibat dalam pemberian suap kepada eks Komisioner KPU Wahyu Setiawan. Suap tersebut diberikan bersama-sama oleh Advokat PDIP Donny Tri Istiqomah, Kader PDIP Saeful Bahri, dan Harun Masiku melalui mantan anggota Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) Agustiani Tio
Suap itu diberikan sebagai bagian dari kesepakatan agar Harun Masiku bisa ditetapkan sebagai anggota DPR RI periode 2019-2024 melalui mekanisme Pergantian Antar Waktu (PAW). Perbuatan Hasto tersebut, dituduh melanggar Pasal 5 Ayat (1) huruf a UU Pemberantasan Tipikor Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP Jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
