RI Belum Punya Alat Pendeteksi Kapal Selam Asing, KSAL: Pengawasan Bawah Laut 0 Persen
- Istimewa/Viva Militer
Jakarta, VIVA - Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Muhammad Ali menghadiri rapat dengar pendapat atau RDP dengan Komisi I DPR di kompleks parlemen Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 28 April 2025. Ada beberapa isu yang dibahas dalam RDP tersebut.
Namun, agenda utama rapat membahas pengembangan sistem keamanan laut yang komprehensif, berkelanjutan, adaptif, responsif dan inklusif.
Dalam kesempatan itu, Ali mengaku jika TNI AL belum memiliki alat untuk mendeteksi kapal selam milik asing yang masuk wilayah laut negara RI. Menurut dia, pihak TNI AL sudah mengajukan alat pendeteksi tersebut ke Kementerian Pertahanan (Kemenhan).Â
VIVA Militer: KSAL Laksamana TNI Muhammad Ali
- Dispenal
Dia bilang sejauh ini, RU belum meiliki sama sekali teknologi sensor untuk pengawasan di bawah laut.
"Pengawasan bawah laut kita belum memiliki sensor sama sekali, baru pengajuan ke Kementerian Pertahanan. Jadi, harusnya ada fixed detect sonar. Jadi, yang dipasang di bawah laut kita belum memiliki," kata Ali.
Ali menambahkan saat ini TNI AL memiliki Sistem Pusat Komando Angkatan Laut (Sispuskodal) di bawah Mabes TNI. Pihaknya melakukan pemantauan secara komprehensif, berkelanjutan, adaptif, responsif dan inklusif lewat sistem tersebut.
Menurut dia, integrasi pembangunan sispuskodal tahap I saat ini meliputi peningkatan kemampuan server, integrasi 7 Satker TNI AL. Kemudian, peningkatan kemampuan penginderaan jarak jauh dengan satelit.
"Kemudian perkembangan intelijen multimedia komunikasi, pengembangan intelijen sosial media analisis. Dan, peningkatan kemampuan tools monitoring dan analisa untuk memandu dan pengendalian TNI Angkatan," jelas Ali.
Lebih lanjut, dia menyampaikan lewat sistem itu, aspek pengawasan jarak jauh hanya mencapai 50 persen. Sementara, kawasan pesisir dan perairan teritorial sebesar 30 persen.Â
Namun, ia menekankan terkait pengawasan bawah laut angkanya masih 0 persen. Kondisi itu jadi kelemahan karena tak busa memonitor keberadaan kapal selam asing di lautan RI.
"Pengawasan bawah laut 0 persen, sehingga mungkin kelemahan kita di pendeteksi kapal selam asing yang melalui alat itu kita tidak bisa monitor," ujarnya.
"Pusat komando dan kendali terpadu 80 persen, analitik berbasis kecerdasan buatan 50 persen, dan sistem pendukung 80 persen," tutur dia.
Â