Ironi Bandara Frans Sales Lega Ruteng: Terbesar di NTT tapi Penerbangan 'Senin-Kamis'
- Jo Kenaru
Ruteng, VIVA – Setelah menjalani rehabilitasi total, Bandara Frans Sale Lega Ruteng Manggarai Nusa Tenggara Timur kini hadir dengan wajah yang jauh lebih mentereng.
Desain bandara kelas III ini adalah perpaduan antara modernitas dan warisan budaya. Motif Songket Manggarai raksasa terpampang menutupi hampir keseluruhan dinding terminal keberangkatan. Setiap pola geometrisnya tidak sekadar dekorasi, melainkan narasi visual tentang denyut nadi budaya Manggarai.
Begitu juga miniatur Mbaru Niang, rumah kerucut khas Wae Rebo berdiri gagah bagai mahkota. Sementara atap bergelombangnya menggambarkan lekuk pegunungan bumi Nuca Lale. Pembangunan bandara ini adalah bukti komitmen pemerintah membangun infrastruktur tanpa mengabaikan kearifan lokal.
Atap kaca tempered transparan memancarkan cahaya matahari ke dalam ruang check in dan ruang tunggu penumpang sekaligus untuk menghemat penggunaan listrik.
Kepala Bandara Frans Sale Lega, Punto Widaksono, menegaskan bahwa rehabilitasi terminal dirancang lebih tahan lama menyesuaikan iklim Ruteng yang lembap (kelembaban di atas 90%) dan curah hujan tinggi.
Landasan pacu Bandara Frans Sales Lega Ruteng
- Jo Kenaru
“Material seperti aluminium spandel, bitumen Italia, dan kaca tempered dipilih karena daya tahannya. Bahkan cat yang digunakan adalah texture sands untuk mengatasi kelembaban,” ujar Punto di kantornya, Kamis, 15 mei 2025.
Dibiayai APBN melalui SBSN Kementerian Perhubungan RI, rehabilitasi menghabiskan anggaran Rp29 miliar.
“Kami tak ingin bandara ini jadi bangunan asing di tanah Manggarai. Setiap detail, dari atap bergelombang hingga motif tenun, adalah bagian dari identitas budaya di sini,” ujar Punto.
Namun, di balik kemilau Bandara Ruteng, ada dua bangunan yang mengganggu pemandangan yakni Ruang VIP Pemda yang dindingnya berlumut ditumbuhi parasit dan plafonnya terlepas, serta menara kontrol Airnav yang kusam tampak seperti bangunan tua.
Penerbangan ‘Senin-Kamis’
Bandara Frans Sale Lega Ruteng merupakan bandara Kelas III terbesar di Nusa Tenggara Timur (NTT). Luasnya dua kali lipat Bandara Komodo Labuan Bajo yang berstatus Kelas II.
“Kita Kelas III terbesar di NTT, 60 hektare terpecah dalam 32 sertifikat. Bandara Komodo hanya separuh dari kita,” kata Punto Widaksono.
Panjang landasan pacu Frans Sales Lega adalah 1.500 meter, lebar 30 meter, sebuah ukuran runway ideal untuk didarati ATR-72 (Baling-baling) yang bisa take off pada 1.300 meter.
Hingga kini Bandara Frans Sales Lega melayani rute Ruteng-Kupang pada Rabu, Jumat, Minggu untuk jenis pesawat ATR-72 (Wings Air) dan pesawat perintis (Susy Air) Ruteng-Waingapu dua kali seminggu.
“Ruteng-Kupang tiga kali seminggu demikian juga Ruteng-Waingapu pesawat perintis dua kali seminggu,” ucap Punto.
Dia mengatakan, penumpang pesawat dari Ruteng berasal dari dua kabupaten, Manggarai dan Manggarai Timur.
“Penumpang dari dua kabupaten, sini (Manggarai) dan Manggarai Timur. Penumpangnya ASN, DPRD dan mahasiswa. Masyarakat umum sangat sedikit,” imbuhnya.
Pria yang hampir lima tahun bertugas di Ruteng berharap, Bandara Frans Sales Lega sangat berpeluang untuk menambah rute, misalnya, Ruteng-Denpasar, atau Ruteng-Labuan Bajo-Denpasar.
“Untuk penambahan Rute sangat mungkin. Tinggal menunggu dari Pemda saja yang mengajukan. Kalau dikalkulasi ya penerbangan dari Labuan Bajo-Denpasar kan penumpangnya banyak dari Manggarai dan Manggarai Timur. Kajian ini sangat mungkin kita dapat rute baru,” tutupnya.
Namun, operasional penerbangan yang masih terbatas ("Senin-Kamis") menjadi ironi. Menurut Punto, kunci pengembangan ada pada political will Pemda untuk memperjuangkan rute baru dan meningkatkan kunjungan wisata.
Sinergitas antara pusat dan daerah, bandara ini bisa menjadi gerbang ekonomi dan pariwisata yang bersinar di peta penerbangan nasional.
Laporan: Jo Kenaru/ NTT