Soal Pemerkosaan Massal dalam Tragedi Mei 98, Fadli Zon Bilang Begini

Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon
Sumber :
  • Istimewa

Jakarta, VIVA – Menteri Kebudayaan Fadli Zon menilai pentingnya penguatan sejarah perempuan dalam narasi kebangsaan Indonesia. Hal itu ia sampaikan dalam wawancara terkait polemik penulisan ulang buku sejarah, termasuk tragedi Mei 1998.

Anies soal Penulisan Ulang Sejarah: Penting untuk Tidak Mengurangi dan Menambah

“Malah saya ikut mendorong. Sejarah perempuan itu diperkuat,” ujar Fadli dalam wawancara pada kanal salah satu media nasional di YouTube seperti yang dilihat, Kamis 12 Juni 2025.

Namun, ketika ditanya mengenai peristiwa kekerasan terhadap perempuan dalam tragedi Mei 1998 tidak dimasukkan dalam proyek buku tersebut, Fadli menyatakan hal tersebut masih menjadi perdebatan di kalangan sejarawan dan belum memiliki dasar bukti kuat.

Fadli Zon Tetapkan 17 Oktober sebagai Hari Kebudayaan, Bertepatan Ultah Prabowo

“Kalau itu, itu menjadi domain pada isi dari sejarawan. Apa yang terjadi? Kita enggak pernah tahu ada enggak fakta keras. Kalau itu kita bisa berdebat,” katanya.

Fadli mempertanyakan klaim tentang adanya pemerkosaan massal dalam peristiwa tersebut. Ia menyebut sampai saat ini tidak ada bukti konkret yang dapat dipertanggungjawabkan secara historis.

Pidato di Tiongkok, Fadli Zon: Kehancuran Gaza Bukan Cuma Tragedi Geopolitik, tapi Bencana budaya dan Kemanusiaan

“Nah, ada perkosaan massa betul enggak ada perkosaan massal? Kata siapa itu? Enggak pernah ada proof (bukti). Itu adalah cerita. Kalau ada, tunjukkan. Ada enggak di dalam buku sejarah itu? Enggak pernah ada,” ujarnya.

Menurut Fadli, penyebaran rumor-rumor yang belum terbukti hanya akan memperkeruh suasana tanpa menyelesaikan persoalan. Ia menekankan bahwa sejarah yang dibangun harus mampu merekatkan persatuan bangsa.

“Rumor-rumor seperti itu, menurut saya, tidak akan menyelesaikan persoalan,” ucapnya.

Menanggapi keberadaan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) yang sempat dibentuk untuk mengusut kasus tersebut, Fadli menyatakan pernah menyampaikan sanggahan terhadap hasil temuan tim tersebut.

“Saya sendiri pernah membantah itu. Dan mereka tidak bisa buktikan,” katanya.

Politikus Partai Gerindra ini menekankan bahwa sejarah Indonesia harus disusun dengan pendekatan yang mempersatukan serta berpijak pada perspektif kebangsaan.

“Maksud saya adalah, sejarah yang kita buat ini adalah sejarah yang bisa mempersatukan bangsa. Dan tone-nya harus begitu,” tuturnya.

Fadli menutup isu perempuan ini dengan penegasan bahwa semangat sejarah harus tetap jujur, tetapi dalam kerangka kepentingan nasional.

“Makanya perspektifnya, perspektif Indonesia,” kata Fadli.

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya