Vonis Hakim Terlalu Ringan, KPK Banding Putusan Eks Pejabat Kemenkes Korupsi APD COVID-19
- Humas Kemenag RI
Jakarta, VIVA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan mengajukan banding terhadap vonis 3 tahun penjara yang dijatuhi oleh majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat terhadap mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan pada Kemenkes Budi Sylvana yang terbukti korupsi pengadaan Alat Pelindung Diri (APD) COVID-19.
KPK menyebut putusan atau vonis yang diberikan oleh hakim pengadilan tingkat pertama terlalu ringan. Sehingga, upaya banding mesti dilakukan.
“JPU mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Selasa 17 Juni 2025.
Meski begitu, untuk terdakwa Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (PT EKI) Satrio Wibowo dan Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PT PPM) Ahmad Taufik, KPK tidak mengajukan banding.
“Namun, JPU akan menyusun kontra memori banding atas permohonan upaya hukum banding yang telah diajukan pihak terdakwa Ahmad Taufik ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta,” kata Budi.
“Hal yang sama juga akan diajukan oleh JPU KPK yaitu akan menyusun kontra memori banding jika terdakwa Satrio wibowo memutuskan akan mengajukan upaya hukum banding ke Pengadilan Tinggi DKI Jakarta,” sambungnya.
Diberitakan sebelumnya, Majelis hakim Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat telah menjatuhi hukuman atau vonis untuk tiga terdakwa dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat pelindung diri (APD) COVID-19. Salah satu terdakwanya yakni mantan Kepala Pusat Krisis Kesehatan pada Kemenkes Budi Sylvana.
Sidang putusan atau vonis digelar di Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, Kamis 5 Juni 2025. Hakim menjatuhkan hukuman 3 tahun penjara untuk Budi Sylvana.
"Menjatuhkan pidana oleh karenanya terhadap Terdakwa dengan pidana penjara selama 3 tahun serta denda sebesar Rp100 juta dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti pidana kurungan selama 2 bulan," ujar Hakim Ketua Syofia Marlianti di ruang sidang.
Hakim menuturkan bahwa Budi Sylvana secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi. Dia dinilai telah melanggar Pasal 3 juncto Pasal 16 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan alternatif kedua.
Kemudian, hakim juga menjatuhkan vonis atau putusan untuk Direktur Utama PT Energi Kita Indonesia (PT EKI) Satrio Wibowo selama 11 tahun 6 bulan penjara.
Satrio Wibowo juga dijatuhi hukuman membayar Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan. Hakim juga meminta Satrio Wibowo membayarkan uang pengganti Rp59,98 miliar subsider 3 tahun penjara.
Sementara, Direktur Utama PT Permana Putra Mandiri (PT PPM) Ahmad Taufik dijatuhi hukuman 11 tahun penjara.
Hakim juga menjatuhi denda Rp1 miliar subsider 4 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp224,18 miliar subsider 4 tahun penjara.
Ahmad Taufik dan Satrio Wibowo dinilai hakim telah melanggar Pasal 2 ayat (1) juncto Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP, sebagaimana dakwaan alternatif pertama.
Ketiga terdakwa, kata hakim, sudah tidak mendukung upaya pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi. Terdakwa pun, dinilai sudah menurunkan kepercayaan masyarakat terhadap Kementerian Kesehatan.
"Para terdakwa berlaku sopan di persidangan dan Para terdakwa memiliki tanggung jawab terhadap keluarganya," ucap hakim dalam hal meringankan terdakwa. Diketahui, vonis hakim ini lebih rendah dibandingkan tuntutan dari jaksa penuntut umum (JPU).