Pengakuan Korban Curanmor Ajukan Restoratif Justice Ditolak Polisi, Akhirnya Dibantu Jaksa
- VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon
Jakarta, VIVA - Korban pencurian kendaraan bermotor (curanmor) asal Yogyakarta, Tegas Wicaksana menceritakan pengalamannya mengajukan keadilan restoratif atau restoratif justice (RJ) ditolak oleh aparat Kepolisian. Namun, Tegar mengaku permohonannya itu dikabulkan oleh Kejaksaan.
“Sejak kasus pencurian ditangani kepolisian, saya minta agar kasusnya diselesaikan secara damai. Namun, tidak diterima dengan alasan ini kasus curanmor,” kata Tegar saat acara Sound of Justice di Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) dikutip pada Jumat, 20 Juni 2025.
Foto acara
- VIVA.co.id/Foe Peace Simbolon
Akhirnya, Tegar mencoba mengajukan restoratif justice ketika berkasnya sudah masuk ke Kejaksaan. Saat itu, Tegar mengaku dibantu perihal mekanisme penyelesaian masalah tanpa jalur peradilan. Akhirnya, Tegar menyebut Kejaksaan menyambut baik upaya damai untuk menyelesaikan masalah yang dialaminya.
Menurut dia, Kejaksaan sempat melakukan pendalaman terhadap profil pelaku yang berprofesi penggali kubur dan mencuri motor Tegar karena kebutuhan untuk membeli peralatan sekolah anaknya.
“Saya dibantu oleh Jaksa untuk menyelesaikan masalah secara damai melalui RJ,” ungkap Tegar.
Untuk diketahui, restoratif justice adalah salah satu program Kejaksaan yang ditetapkan melalui Peraturan Jaksa Agung (Perja) Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, yang diteken Jaksa Agung ST. Burhanuddin.
Aturan tersebut memungkinkan penuntutan kasus pidana yang ringan tak dilanjutkan apabila memenuhi sejumlah persyaratan.
Dalam Pasal 5 aturan itu disebutkan, bahwa perkara dapat dihentikan apabila tersangka baru pertama kali melakukan tindak pidana, dan hanya diancam dengan pidana denda atau pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun. Kemudian, nilai barang bukti atau kerugian yang ditimbulkan akibat tindak pidana tidak lebih dari dua juta lima ratus ribu rupiah.
