Kemegahan Ngaben Raja Ubud Bali

Ngaben Raja Ubud di Bali
Sumber :
  • VIVAnews/Peni Widarti

VIVAnews – Upacara Pelebon atau Ngaben atau pembakaran jenazah, Raja Puri Agung Peliatan IX, Ida Dwagung, berlangsung megah dan penuh kegembiraan. Ribuan turis lokal maupun asing serta warga desa Ubud Gianyar Bali memenuhi lokasi Puri untuk persiapan mengarak jenazah yang akan dibakar atau Ngaben.

Warga turut bahu-membahu mengusung Bade atau tempat jenazah setinggi 25 meter dengan sukarela. Ada yang unik dan berbeda dalam upacara itu.

Airlangga: Hari Kemenangan Tiba, Mari Saling Memaafkan dan Jaga Kerukunan Bangsa

Mungkin bagi banyak orang kegiatan inilah yang menjadi daya tarik wisata pulau Bali. Tak hanya keindahan alam yang luar biasa, namun juga budaya yang tidak akan ditemui di tempat lain.

Pelebon adalah upacara pembakaran jenazah bagi umat Hindu di Bali, atau sering disebut dengan Ngaben atau melepas roh. Bagi umat Hindu Bali, upacara ini memiliki peran penting untuk menghormati leluhur. Ini dipercaya akan mendapatkan tempat yang baik di alamnya, juga kelangsungan hidup di masa mendatang.

"Kami sebagai warga melakukannya dengan sukarela, dan senang hati. Karena saling gotong royong inilah ciri masyarakat Bali," kata Komang Ello, salah seorang warga Desa Peliatan, Ubud Gianyar Bali kepada VIVAnews.com saat sedang bersiap-siap mengusung Bade menuju Setra atau Kuburan untuk prosesi pembakaran, Selasa 2 November 2010.

Bagi masyarakat sekitar, Raja Puri Agung Peliatan dan keluarga Puri sejauh ini selalu royal terhadap masyarakatnya. "Ya inilah yang bisa kami berikan kepada Beliau. Selama ini baik beliau maupun keluarga Puri selalu royal kepada masyarakat. Setiap ada kegiatan apa pun, keluarga Puri selalu terjun langsung," ujar Komang.

Sebelum melaksanakan upacara Pelebon, terlebih dahulu jenazah dibersihkan oleh orang yang dianggap paling tua dalam masyarakat, setelah itu jenazah dipakaikan pakaian adat Bali, lalu seluruh keluarga memberikan doa.

Jenazah Raja Puri Agung Peliatan IX, Ida Dwagung yang meninggal pada 20 Agustus 2010 itu akhirnya diusung pada barisan terakhir setelah diawali oleh tari-tarian prajurit perang. Prosesi ini dengan maksud untuk mengusir roh-roh jahat yang menghalangi jalannya arwah Raja ke surga, lalu keluarga Puri, dan terakhir jenazah Raja yang langsung dibawa ke atas ‘Bade’ setinggi 25 meter, dengan 11 tumpang.

Dalam perjalanannya menuju Setra atau kuburan atau tempat pembakaran jenazah, Bade akan diputar sebanyak 3 kali disetiap perempatan atau pertigaan. Usai pembakaran, abu akan dilarung atau dibuang dilaut yang dianggap suci.

Upacara itu juga merupakan pelepasan atau perpisahan orang meninggal yang sangat berbeda. Tak ada isak tangis kesedihan, namun kegembiraan yang tampak di wajah keluarga, maupun masyarakat. Sebab menurut kepercayaan mereka, kematian merupakan berkah dari Tuhan yang harus disyukuri. Kematian dianggap bukan akhir, melainkan awal untuk menuju proses reinkarnasi. (art)

Laporan : Peni Widarti | Bali

 Babe Cabita

Haru! Ayah Babe Cabita Ungkap Detik-detik Terakhir Sang Komedian Sebelum Meninggal

Ayah dari mendiang Babe Cabita, Irsyadi Tanjung mengungkapkan kronologis meninggalnya sang putra. Irsyadi mengungkap bahwa putranya mengalami sakit sejak Juni 2023

img_title
VIVA.co.id
9 April 2024