Perubahan Iklim, 400 Ha Sawah Sumbar Hilang

Pencari keong sawah
Sumber :
  • Atika/ANTV/Pekalongan

VIVAnews - Perubahan iklim ditengarai menyebabkan sekitar 400 hektare sawah di Kabupaten Padang Pariaman tidak berproduksi sejak 2009. Kondisi tersebut menyebabkan produksi padi menurun drastis hingga mempengaruhi inflasi harga beras di Sumatera Barat.

Persoalan ini mengakibatkan kesejahteraan petani di Sumbar terancam. Kajian yang dilakukan Field Bumi Ceria, 20 nagari (setingkat dusun) dari 46 nagari di kabupaten tersebut mengalami gagal panen dan memengaruhi produksi pertanian Sumbar secara keseluruhan.

Lembaga swadaya masyarakat tersebut mencatat, pengurangan lahan pertanian akibat perubahan iklim dan rentetan bencana ini terjadi di Nagari Kudu Gantiang Kecamatan V Koto Timur; Nagari Batu Kalang Kecamatan Padang Sago; Nagari Lurah Ampalu Kecamatan VII Koto Sungai Sariak; Nagari Sikucua Kecamatan V Koto Kampung Dalam; Nagari Ulakan Tapakis.

”Di Nagari Sikucua, 200-an hektare sawah rusak berat dan belum bisa diolah setelah dihantam longsor saat gempa 30 September 2009 dan beberapa kali longsor pada 2010,” kata Manager Program Field-Bumi Ceria Syafrizaldi, Senin, 28 Februari 2011.

Menurut data mereka, hal serupa juga dialami petani di Nagari Kudu Gantiang. Rangkaian bencana gempa yang diikuti longsor serta banjir sejak 2007 membuat 55 hektare sawah masyarakat hancur dan 20 hektare kebun kakao rusak berat. Sebagian besar sawah tersebut hingga kini belum bisa digarap.

Di Batu Kalang, 55 hektare sawah yang tertimbun longsor pascagempa 30 September 2009 hingga kini belum tidak bisa ditanami. Di Ulakan Tapakis, 60 hektare sawah tidak bisa lagi diusahakan karena rusaknya irigasi akibat gempa.

Beberapa kasus tersebut, menurut Syafrizaldi, hanya sebagian kecil dari sekian kasus kerusakan lahan pertanian yang muncul dari banyaknya bencana. Mereka berkesimpulan, peningkatan peristiwa bencana tersebut terjadi karena fenomena perubahan iklim atau global warming.

”Produksi massal gas rumah kaca seperti karbondioksida, metana, nitrogenoksida dan gas merusak lainnya, menjadi penyebab dari semua ini,” ujarnya. Kondisi ini menyebabkan meningkatnya suhu bumi dan berdampak pada ketidakstabilan cuaca.

Menurutnya, pemulihan Sumbar pasca-gempa 2009 belum memihak kepentingan petani. Kondisi tersebut yang mendorong pendonor asing, USAID, menggelontorkan dana untuk membentuk 100 sekolah lapangan untuk memperkuat ketahanan pangan petani di Sumbar.

“Kami berharap, program penggunaan pupuk organik yang dibantu USAID ini mampu mengurangi masalah perubahan iklim dan produktivitas petani bisa meningkat,” katanya.

Pembiayaan Kendaraan Listrik Meningkat 338 Persen

Laporan: Eri Naldi| Sumatera Barat

Direktur Eksekutif IPA, Marjolijn Wajong, dalam konferensi pers di kawasan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Selasa, 7 Mei 2024

Ini Harapan Industri Hulu Migas RI ke Prabowo Sebagai Presiden RI Selanjutnya

Indonesian Petroleum Association (IPA) memiliki harapan yang besar kepada Presiden RI terpilih, Prabowo Subianto, untuk menggairahkan kembali industri hulu migas di RI.

img_title
VIVA.co.id
7 Mei 2024