- ANTARA/Eric Ireng
VIVAnews - Pembentukan Detasemen Anti Anarki di Mabes Polri dinilai tidak efektif. Polri diminta lebih serius mencegah fokus pada pencegahan kekerasan
"Pembentukan detasemen ini menunjukkan orientasi kerjanya pada force, kekuatan, bukan pada masalah-masalah pencegahan. Mengatasi terus semacam pemadam kebakaran," kata pengamat kepolisian dari Universitas Indonesia, Bambang Widodo Umar saat dihubungi, Selasa, 1 Maret 2011.
Menurut Bambang, tindakan anarki yang muncul di tengah masyarakat bersumber dari masalah yang kompleks. Banyak faktor yang menjadikan masyarakat mudah marah dan emosi. "Maka Polri seharusnya jangan mengatasi masalah itu di permukaan saja, tapi di akarnya," ujarnya.
Untuk mengatasi masalah anarkisme masyarakat dari akarnya, maka Polri harus memperkuat fungsi intelijen dan pembinaan massa. "Intelijennya harus kuat, pembinaan massanya harus intensif dan menyentuh kepada masyarakat," jelas Bambang.
Pembentukan detasemen anti anarki, kata Bambang, justru akan menimbulkan kebingungan baru. Karena, di tubuh Polri fungsi penindakan itu telah ada di sejumlah unit, seperti di Samapta, Brigade Mobil, dan Pasukan Huru Hara.
"Dengan membentuk berbagai fungsi macam-macam, dengan cara pengendalian yang tidak efektif, justru memperparah operasionalnya kesatuan tadi," kata dia.
Menurut dia, Polri hanya perlu memperkuat satuan yang telah ada. "Tapi intelijen harus masuk terlebih dahulu mendapatkan data-data kuat dan kemudian masuk pembinaan memberikan pendekatan secara edukatif pada masyarakat bagaimana penyelesaian masyarakatnya," jelasnya.