Umar Patek, Dari Indonesia Hingga Pakistan

Umar Patek
Sumber :
  • Polri

VIVAnews - Penangkapan buronan teroris, Umar Patek, oleh aparat keamanan Pakistan telah dipastikan kebenarannya oleh pemerintah Indonesia. Tanggal 3 Maret 2011 yang lalu, Patek ditangkap di Abbotabad, Pakistan.

Pria kelahiran 1970 itu memiliki tinggi badan sekitar 166 cm dengan berat badan sekitar 60 kg. Rambut dan matanya berwarna coklat. Sejumlah nama alias disandangnya, antara lain Umar Kecil, Umar (Arab), Pa'tek, Pak Taek, Abu Syekh, dan Zacky.

Merakit bom dan menembak dengan jitu adalah keahlian keturunan Arab-Jawa ini. Bahkan, keahliannya membuat bom bisa melebihi sang maestro pembuat bom di kalangan teroris, Dr Azahari.

Umar disebut-sebut lulusan pejuang Afganistan, sekitar 1990-an. Selain itu, Patek juga pernah berjuang bersama Front Pembebasan Islam Moro (MILF) di Mindanao pada 1995. Tiga tahun kemudian, 'karirnya' mulai moncer. Umar menjadi instruktur di kamp militer Jama'ah Islamiyah di Hudaibiyah, Filipina.

Di Indonesia, Umar terlibat langsung dalam konflik Ambon pada tahun 2000. Selanjutnya, nama dia disebut-sebut terkait dengan aksi peledakan Bom Bali I pada 12 Oktober 2002 yang menewaskan 202 orang. Dalam aksi itu, Umar diduga sebagai asisten kordinator lapangan. Dia bertugas sebagai peracik dan perangkai bom, memantau kondisi lapangan, menggambar denah lokasi, serta mencocokkan waktu dan tempat.

Setelah peristiwa Bom Bali I, nama Umar Patek tenggelam tak terdengar. Umar dikabarkan berpindah-pindah tempat untuk menghindari kejaran aparat yang memburunya. Jejaknya tak lagi terlacak dalam serangkaian pengeboman besar di Indonesia. Mulai Marriott I (2003), Kuningan (2004), Bali II (2005), hingga Marriott II (2009). Pada beberapa kasus teroris terakhir, yakni pelatihan militer di Aceh serta perampokan dan penyerangan di Medan, nama Umar Patek juga tidak terendus. Bahkan, Patek pernah dikabarkan tewas setelah terlibat kontak tembak dengan aparat Filipina.

Jejak Umar tak terendus oleh aparat karena didiga ia telah memutuskan hubungan dengan jaringan di Indonesia, khususnya dengan kelompok Jama'ah Islamiyah. Pada 2005, dia dikabarkan membangun basis di Filipina selatan.

Umar tak hanya menjadi buronan pemerintah Indonesia. Amerika Serikat, Filipina, dan Australia sangat geram dengan aksi-aksi yang diduga melibatkannya. Bahkan, Amerika Serikat menghargai kepala Patek seharga US$1 juta sejak 2005. Harga ini di atas hadiah yang disediakan pemerintah Indonesia atas informasi keberadaan Noordin M Top yang hanya dihargai Rp1 miliar.

Pada awal Maret yang lalu, aparat Pakistan menangkap Umar bersama Istrinya di Abbotabad. Tak jelas, sejak kapan dia memasuki negara tempat Osama bin Laden tewas tersebut.

Sampai saat ini, nasib Umar Patek juga belum jelas, apakah akan diadili di Pakistan atau di Pakistan. Menurut pengamat teroris, Nur Huda, Patek bisa diadili di Indonesia.

Harmoni Energi Sehat Menyuarakan Pesan Kesetaraan dalam Pelayanan Kesehatan

Namun, Indonesia sangat susah menerapkan UU Terorisme kepada Patek. Pasalnya perbuatan teror yang disangkakan kepadanya dilakukan sebelum lahirnya UU Terorisme. "Sebetulnya bisa, tapi permasalahannya UU Teroris itu tidak bisa berlaku surut. Itu susah, paling-paling dikenakan Undang-Undang Darurat," kata Nur Huda kepada VIVAnews.com, Jumat 6 Mei 2011.

Gedung Kampus UNU Gorontalo. (Foto: UNU Gorontalo).

Rektor UNU Gorontalo Diduga Lecehkan 12 Mahasiswi, Dosen dan Staf di Kampus

"Untuk sejauh ini, sudah ada 12 orang yang telah melaporkan (Rektor UNU). Mereka masing-masing mahasiswi, staf hingga dosen. Pelaporan itu dilayangkan ke pihak LLDIKTI."

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024