50% TKI Berpendidikan SD

Sejumlah tenaga kerja wanita asal Indonesia yang terlantar di Arab Saudi beberapa waktu lalu.
Sumber :
  • ANTARA/SAPTONO

VIVAnews - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia mencatat tiga faktor pemicu kekerasan terhadap tenaga kerja Indonesia di luar negeri, khususnya Arab Saudi. Ketiga faktor itu, pendidikan yang rendah, miss komunikasi, dan minimnya pemahaman tentang budaya negara yang dituju.

"Data terakhir saya menunjukkan lebih dari 50 persen (TKI) itu berpendidikan SD ke bawah dan berumur di bawah 21 tahun," jelas Deputi Ilmu Pengetahuan Sosial dan Kemanusiaan LIPI, Aswatini, dalam diskusi tentang buruh migran di Gedung LIPI, Jakarta, Kamis 14 Juli 2011.

Oleh karena itu, pemerintah harus meningkatkan kualitas TKI yang akan dikirim mulai dari proses rekrutmen dan sistem pelatihan yang ekstra ketat.  "Seperti apakah calon TKI itu diberi tahu kalau misalnya kalau majikan laki-laki itu masuk ke dapur, maka kita harus pergi. Hal-hal seperti itu kan kecil, tapi diberikan nggak sih karena hal kecil tersebut justru bisa membuat prasangka dari majikan perempuan," ungkapnya.

Aswatini mengaku banyak menerima keluhan dari beberapa TKI di beberapa wilayah di Indonesia, baik dalam bentuk penyiksaan fisik, maupun dari segi jam kerja yang melebihi normal dan gaji yang tidak dibayar. "Tapi kita nggak punya data tentang kasus-kasus penyiksaannya karena LIPI tidak bisa mengcover semua survei besar seperti itu, mungkin LSM punya," ungkapnya.

Dari laporan-laporan masyarakat tersebut, LIPI melakukan penelitian kemudian memberikan rekomendasi kepada pemerintah dari hasil penelitian tersebut. "Misalnya pemerintah harus menggali menggali sampai ke akarnya kenapa pembunuhan itu sampai terjadi," ujar dia.

Sementara Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Lukman Hakim mengatakan, persoalan sosial, politik, hukum, budaya, dan ekonomi selalu mengiringi keberadaan pekerja migran. Karena itu ia lewat  Program Management of Social Transformation (MOST)  UNESCO LIPI mencoba menerapkan platform yang memungkinkan adanya interaksi ilmu sosial, pembuatan kebijakan serta publik untuk memecahkan persoalan pekerja migran.

Meski tidak termasuk salah satu peneliti yang meneliti tentang penyiksaan terhadap buruh migran di luar negeri, namun Lukman mengungkapkan bahwa hal tersebut sebenarnya bisa diatasi jika pemerintah menghindari negara-negara yang secara Internasional hukumnya tidak cocok dengan Indonesia.

Belum Resmi Jadi Suami-Istri, Rizky Febian dan Mahalini Jalani 2 Prosesi Adat Hari Ini

"Karena kita tahu Saudi Arabia itu sangat sulit sekali, bisa saja kasus semacam Darsem itu berulang dan kita menjadi objek yang sangat besar," jelas dia. (sj)

Pengambilan Sumpah Advokat (Ilustrasi).

Juniver Girsang Imbau Para Advokat Bersatu Pasca Putusan MK, Ini Alasannya

Kata Juniver Girsang, perbedaan pilihan dan dukungan politik yang selama ini menimbulkan riak-riak sesama rekan advokat jadi tak nyaman mesti diakhiri.

img_title
VIVA.co.id
5 Mei 2024