- ANTARA/Andika Wahyu
VIVAnews - Tidak kunjung selesainya persoalan kasus suap pembangunan Wisma Atlet Sea Games, yang melibatkan dua kader Demokrat, Anas Urbaningrum dan Muhammad Nazaruddin serta beberapa anggota Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Chandra M Hamzah, Ade Raharja, dan Johan Budi dinilai sebagai bukti adanya saling sandra menyandar antara Partai Demokrat dan KPK.
“Persoalan ini menjadi jelas ketika Nazaruddin belum juga pulang dan tidak juga diketahui keberadaannnya oleh KPK dan Polisi. Ada dugaan kuat terjadinya upaya saling sandera antara KPK dan Partai Demokrat,” ujar Direktur KPK Watch Yusuf Sahide kepada VIVAnews.com, usai mengadiri diskusi “Pertaruhan Kredibilitas KPK” di Jakarta, Sabtu, 6 agustus 2010.
Menurutnya, keduanya memang memiliki ‘kartu AS’ yang saling mengetahui adanya keboborkan di masing-masing pihak, terutama dalam masalah praktik korupsi. “Demokrat sengaja tidak ingin Nazar pulang, hal yang sama juga diinginkan KPK. Jadi dibiarkan mengambang seperti ini, agar kebobrokan keduanya tidak terungkap,” tegas dia.
Hal yang sama juga diungkapkan, Aktivis Media Iwan Piliang yang sebelumnya pernah mewawancarai Nazarudin melalui Skype. Ia menilai apa yang terjadi sekarang merupakan bagian dari salah menutup ‘Keborokan’ antara Partai Demokrat dan KPK.
“Apa susahnya melacak Nazar, melalui BBM dan Skype itu akan lebih mudah. Tapi nyatanya sampai sekarang tidak juga diketahui keradaaannya,” papar Iwan pada kesempatan yang sama.
Lebih lanjut, Iwan menegaskan Nazarudin mau untuk kembali ke Indonesia jika Anas Urbaningrum juga ikut diproses. Namun, jika hal itu dilakukan, penjabat KPK yang disebut-sebut juga akan terseret karena diduga terlibat. “Anas juga punya senjata soal kasus IT KPU, dan ini tentunya menjadi nilai tawar kepada pemerintahan sekarang, “ tutup dia. (sj)