- Antara/ Benny S Butarbutar
VIVAnews -- Pemberian gelar Doktor Honoris Causa (HC) dari Universitas Indonesia untuk Raja Arab Saudi, Abdulah bin Abdul Azis membuat berang para profesor dan mahasiswa UI. Para wakil rakyat di Senayan pun tak tinggal diam. Ketua Komisi X DPR, Mahyudin mengatakan, pihaknya akan meminta penjelasan kepada UI.
Menanggapi polemik tersebut, Rektor UI, Gumilar Rosliwa Somantri berharap semua pihak memahami bahwa pemberian gelar HC merupakan otonomi akademis kampus.
"Sekali lagi pemberian gelar HC ini kan di ranah akademis, ada otonomi akademis di kampus," ujar Gumilar di Gedung Rektorat UI, Depok, Senin 5 September 2011.
Gumilar berkeyakinan, DPR RI merupakan sebuah lembaga terhormat yang matang yang bisa membedakan mana yang akademis dan mana yang politik. "Kan sudah jelas ini ranahnya akademi. Kita ini kampus, kita bukan partai politik atau LSM. Kampus itu punya tata aturan sendiri, punya pakem-pakem, sistem, dan prosedur," kata dia.
Mengenai pro kontra pemberian gelar HC, Gumilar mengatakan itu adalah hal yang lumrah terjadi di negara demokrasi. "Di alam demokrasi itu pro kontra itu silahkan, terutama kalau pro kontra itu soroti sistem dan prosedurnya baik atau tidak. Tentu saya sebagai rektor sudah berusaha mengikuti mekanisme sistem dan prosedurnya," tegasnya.
Pemberian gelar pada Raja Arab berbuah penentangan karena momentumnya berdekatan dengan eksekusi pancung tenaga kerja perempuan asal Indonesia, Ruyati. Apalagi, gelar yang diberikan adalah bidang kemanusiaan dan ilmu pengetahuan teknologi. (eh)