- Antara/ Benny S Butarbutar
VIVAnews - Sejumlah dosen Universitas Indonesia menggelar acara untuk membeberkan fakta terkait isu penggulingan Rektor Gumilar R Sumantri. Dalam aksi itu, mereka juga mengumumkan dibukanya kotak sumbangan untuk Gumilar agar kebutuhan pribadinya tidak sampai membebani mahasiswa.
"Bukan bermaksud menyakiti siapapun. Kotak sumbangan ini dimaksudkan agar anjing dan ikan peliharaan rektor tidak makan uang SPP mahasiswa," kata Effendi Ghazali, Dosen FISIP UI, dalam konfrensi pers di Fakultas Ilmu Komputer UI, Depok, Senin 12 September 2011.
Acara beber fakta bertajuk "Apakah betul ada skenario Penggulingan Rektor UI, atau sesungguhnya Isu Korupsi & Pakai Logika Hukum Sesuka Hati??" tersebut dihadiri oleh puluhan mahasiswa UI.
Sejumlah tokoh yang terlihat antara lain Prof. T. Basaruddin, Prof. Hikmahanto Juwana, Prof. Martani Huseini, Prof. Akmal Taher, DR. Ratna Sitompul, DR. Tamrin Amal Tomagola, Dosen FISIP UI Ade Armando, Donny Gahral Adian, DeeDee Kartika Djoemadi, Berly Martawardaya, dan Ketua BEM UI.
Beberapa waktu lalu, sejumlah wartawan di Balai Wartawan Polres Depok mendapat kiriman enam bundel paket surat kaleng yang tak jelas pengirimnya. Dokumen tersebut pada lembar pertama tertulis "Dokumen Rahasia, Rekaman Percakapan dari Skenario Besar Penggulingan Rektor Universitas Indonesia".
Dalam "Dokumen Rahasia" tersebut terdapat 33 nama yang dituduh sebagai Produser, Sutradara, Para Aktor dan Aktris Utama, Para Aktor Tambahan, dan Suporter.
Pembohongan Publik
Effendi Ghazali sendiri menyatakan bahwa persoalan UI bukan lagi tentang masalah pemberian gelar Doktor Honoris Causa ke Raja Arab. Namun lebih kepada pembohongan publik pada proses tata kelola.
Dalam kesempatan itu, para dosen tersebut juga membeberkan fakta-fakta yang mereka ketahui terkait dengan pelanggaran yang dilakukan rektor UI. Diantaranya adalah dalam hal pemakaian anggaran universitas.
Tertulis dalam dokumen yang disebar kepada wartawan dan peserta acara, dana universitas dipakai untuk pembayaran binatang peliharaan rektor di rumah dinas di Rawamangun, kemudian rekayasa untuk pencitraan dengan mengadakan proyek penulisan sebuah majalah senilai Rp44 juta.
"Urusan salah tata kelola uang rakyat ini tidak boleh berlanjut," ujar Ade Armando. (ren)