Pengadilan: Penghentian Kasus Silet Sah

Silet
Sumber :

VIVAnews - Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan yang diajukan oleh Komisi Penyiaran Indonesia terkait kasus program Silet yang ditayangkan stasiun RCTI. Hakim memutuskan perkara yang bermula dari penayangan peristiwa letusan Gunung Merapi itu dihentikan.

"Secara sah dan meyakinkan kasus ini dihentikan," kata Ketua Majelis Hakim, Aminal Umam dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa 13 September 2011.

Menurut hakim, penanganan kasus yang dilakukan penyidik Mabes Polri telah maksimal dengan mencermati keterangan saksi dan mengaitkannya kepada saksi ahli. Tayangan Silet pada 7 November 2010 tentang letusan Gunung Merapi dinyatakan masuk kategori "news" atau berita. "Berdasarkan karakteristik dan anasir bahwa tayangan itu produk news," kata Aminal Umam.

Sehingga, lanjut Aminal, penyidik dapat menghentikan penyelidikan karena bukan kewenangan Polri. Aminal juga mengatakan ada bukti lainnya yang membuat kasus itu layak dihentikan. Bukti itu adalah permintaan maaf dari RCTI kepada Komisi Penyiaran Indonesia (KPI) yang berisi penjelasan dan kalrifikasi tayangan tersebut. "Sudah maksimal dan pengentian perkara karena tidak cukup bukti," imbuhnya.

Menanggapi keputusan tersebut, pengacara KPI, Dwi Ria Latifa menyatakan akan melakukan upaya banding. "Ini bukan masalah adu ilmu, tapi pembelajaran agar tayang dapat dipertanggungjawabkan," kata Dwi.

Kasus ini bermula saat KPI meminta tayangan 'Silet' pada 9 September 2010. Tayangan berita Silet itu dinilai tidak memenuhi standar penyiaran karena dianggap menimbulkan keresahan warga. Saat itu. KPI mengaku menerima 1.128 pengaduan dari masyarakat sejak tayangan itu dimunculkan. KPI pun melarang penayangan program itu hingga status Awas Merapi yang diterapkan saat itu dicabut oleh pemerintah.

Akhirnya, KPI melaporkan Hary Tanoesoedibyo sebagai penanggungjawab program 'Silet' ke Mabes Polri pada 30 November 2010. ‎Menurut KPI, RCTI yang dalam hal ini diwakili Hary Tanoe telah melanggar UU nomor 32 tahun 2002 tentang penyiaran pasal 36 ayat 5 jo pasal 57 KUHP. Yang dipidanakan merupakan isi acara yang menyesatkan dan merupakan kebohongan. Ancaman hukumannya hingga lima tahun penjara atau denda mencapai Rp10 miliar.

Namun Mabes Polri pada Kamis 24 Maret 2011 menghentikan penyidikan kasus itu dengan alasan penyidik belum menemukan cukup bukti. KPI pun menggugat keputusan Polri itu ke pengadilan. (umi)

Chandrika Chika Ditangkap karena Kasus Narkoba, Netizen: Udah Benar Joget Papi Chulo Aja
Ilustrasi mengemudi di malam hari

Geger Seorang Wanita Dilarang Naik Kendaraan Online Gegara Bernama Ini

Seorang wanita mengalami larangan menggunakan layanan Uber hanya karena memiliki nama Swastika Chandra. Ini membuatnya terkejut. Hal ini karena sentimen terhadap NAZI.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024