- Tudji Martudji/ VIVAnews.com
VIVAnews - Hotel Majapahit di Jalan Tunjungan, Surabaya 'diserbu' oleh puluhan orang. Namun, penyerbuan hotel yang dulu bernama Yamato itu merupakan bagian dari aksi teatrikal untuk memperingati peristiwa penyobekan bendera Belanda 19 September 1945.
Sejumlah elemen terlibat dalam peringatan itu. Mereka diantaranya dari Forum Advokasi Mahasiswa Universitas Airlangga (Fam-Unair), Serikat Kerakyatan Masyarakat untuk Rakyat (SKMR), Serikat Buruh Kerakyatan Komite Persiapan Konfederasi Serikat Nasional (SBK-KP).
"Ini untuk mengenang insiden, bahwa saat itu adalah awal sporadis Arek-arek Suroboyo menentang dan melawan kolonial yang kembali menancapkan kukunya, menjajah bumi pertiwi Indonesia," kata Abdul Rahman, Senin 19 September 2011.
"Peristiwa ini tidak boleh dilupakan oleh warga Surabaya dan juga Indonesia, sebagai awal kebangkitan semangat juang para pemuda saat itu."
Aksi yang diikuti puluhan orang itu diawali dengan membacakan doa di rumah kediaman Presiden Soekarno di Jalan Pandean IV Surabaya. Di depan prasasti Bung Karno, massa membacakan doa dilanjutkan dengan menyanyikan lagu Indonesia Raya. Kemudian massa berjalan kaki menyusuri Jalan Gemblongan di Jalan Tunjungan dan menggelar aksi 'penyerangan' ke Hotel Yamato yang masih dikuasai Belanda.
Di depan Hotel Yamato, massa pejuang disambut dengan serangan Belanda dengan menembakkan senapan dan peluru dari meriam yang disiapkan dari bambu berisi minyak tanah. Kontan, adegan 'pertempuran' sesaat itu mengejutkan dan menjadi perhatian pengguna jalan.
Meski banyak korban gugur, dengan semangat pantang menyerah massa pejuang kemudian berhasil merebut markas Belanda. Para pejuang, selain berhasil membunuh pasukan Belanda yang berusaha bertahan meski sebelumnya telah diberikan ultimatum agar meninggalkan lokasi sejak dibacakan Proklamasi Kemerdekaan RI oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur 56 Jakarta.
Puncak pertempuran terjadi dan menyadi perhatian masyarakat saat dilakukan perobekan bendera 'Merah Putih Biru' yang diperagakan dengan tumpukan kerumunan massa pejuang. (Laporan: Tudji Martudji | Surabaya, umi)