Menteri Penerangan Malaysia:

"RI-Malaysia, 'a' dan 'e' Jangan Jadi Debat"

Menteri Malaysia, Rais Yatim
Sumber :
  • VIVAnews/Tri Saputro

VIVAnews - Menteri Penerangan, Komunikasi dan Budaya Malaysia, Rais Yatim akui kunjungannya ke Sumatera Barat tak sekadar menjalankan tugas semata. Jauh dari itu, menteri senior Malaysia ini mengaku tengah meniti kembali tali sejarah lama yang ditinggalkannya.

“Pulang ka kampuang (pulang kampung),” kata Rais Yatim dalam Bahasa Minang yang fasih saat berpidato di Gubernuran Sumbar, jalan Sudirman, Padang, Jumat, 23 September 2011.

Dalam agenda kunjungannya ke Minang yang diterima VIVAnews, Rais juga berniat ke Kampuang Lariang, Palupuh, Kabupaten Agam, Sumbar, siang ini. Ia mengaku, sejarah dan budaya menempatkan Indonesia-Malaysia sebagai negara serumpun.

“Sebenarnya tidak ada satu benteng yang memisahkan kita, sejarah dan budaya sebagai tali hubungan kita untuk meperjuangkan masa depan,” tambah Rais. Hal itu terlihat dengan hubungan tali darah yang sama antara masyarakat di semenanjung Melayu (Malaysia) dengan masyarakat Minang, dan Indonesia pada umumnya.

Ia mengakui, pergerakan sosial budaya orang Minang banyak menyumbang pada perkembangan bangsa Melayu yang besar. Perdebatan-perdebatan kecil yang muncul dari hubungan kedua negara, menurutnya, tidak perlu dibesar-besarkan. “Antara ‘e’ dan ‘a’ jangan diperhebohkan,” ujarnya.
 
Dalam pidato singkatnya, Rais mengakui, budaya merantau orang Minang yang membawa dia dan ribuan orang Minang lainnya menetap di Malaysia. Bahkan ia masih ingat, sekitar tahun 1920-an, perjalanan orang Minang ke Malaysia dilakukan dengan menyusuri Dumai menuju kolam (Semenanjung Melayu). “Itu budaya merantau kita.”

Sejarawan Universitas Andalas Padang Profesor Gusti Asnan meyakini, migrasi orang Minang ke Malaysia dalam jumlah besar terjadi pada awal abad ke-16. Memanfaatkan jalur sungai Rokan, orang Minang menyeberangi Selat Malaka dengan perahu yang tak secanggih sekarang ini.

Naluri bisnis diyakini Asnan sebagai motivasi kenapa orang Minang migrasi ke Malaka. “Awalnya hanya sekadar berdagang, namun kondisi ini berubah saat yang merantau hanya dilakukan kaum laki-laki Minang,” kata Prof. Gusti Asnan di kediamannya di Kompleks Perumahan Unand, Gaduik, Padang.

Merantau dengan status ‘bujangan’ membuat sejumlah kaum laki-laki Minang yang berdagang ke Malaka memilih beristeri dengan perempuan di sana. Kondisi ini yang terus berlanjut hingga awal abad 20.

Dalam sejumlah literatur, Asnan menemukan, migrasi orang Minang ke Malaka dilakukan dalam beberapa dekade. Dalam penelitiannya, dia membagi periode waktu migrasi orang Minang ke Malaka dalam dua periode: periode awal dan periode setelah Belanda masuk.

Periode awal dimulai pada abad ke-14. “Sejak tahun 1300-an, sudah ada migrasi orang Minang ke Semenanjung Malaka,” kata Asnan. Kondisi ini terus meningkat setelah Malaka menjadi pusat politik dan ekonomi saat abad ke-15.

Pada awal abad ke-16, migrasi ini terus berlanjut dan terkesan kian masif. Seorang penulis asal Portugis, Ruy de Brito dalam bukunya menuliskan bahwa migrasi orang Minang dalam jumlah besar terjadi pada awal abad ke-16 yakni pada tahun 1512 hingga 1514.

“Migrasi pada abad 19 lebih pada persoalan politik dan ekonomi yang didominasi kalangan Paderi karena terdesak akibat serangan Belanda,” ujar Asnan. Orang Minang yang migrasi ini, menurut Asnan, membangun suku-suku baru di Negeri Sembilan dan menamakannya sesuai dengan nama-nama nagari (pemerintahan terendah) yang ada di Sumbar saat ini. (Laporan: Eri Naldi | Padang, umi)

Houthi Tuding Arab Saudi hingga Rusia, China dan Iran Mulai Satukan Kekuatan
Sheila on 7

Terpopuler: Beberapa Selebgram Ditangkap Polres Jaksel, hingga Daftar Harga Tiket Konser Sheila On 7

Berikut deretan 4 rangkuman artikel terpopuler kanal Showbiz VIVA.co.id dalam Round Up sepanjang edisi Selasa 23 April 2024:

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024