Kenapa Teroris Pilih Cirebon dan Solo?

korban ledakan bom solo
Sumber :
  • REUTERS/Stringer

VIVAnews – Bom bunuh diri meledak di Gereja Bethel Injil Sepenuh (GBIS) Kepunton, Solo, Jawa Tengah, Minggu 25 September 2011. Gereja itu sedang dipenuhi jemaat yang baru mengikuti kebaktian. Sekitar lima bulan lalu, tepatnya 15 April 2011, bom bunuh diri juga meledak di Masjid Mapolresta Cirebon, Jawa Barat. Masjid Mapolres juga dipenuhi petugas kepolisian yang baru saja menunaikan salat Jumat.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam konferensi persnya, enam jam setelah bom Solo meledak, mengungkapkan bahwa hasil investigasi sementara dari pihak kepolisian menunjukkan jika aksi teror di Solo memiliki benang merah dengan aksi teror di Cirebon. “Pelaku pemboman adalah anggota jaringan teroris Cirebon enam bulan lalu,” kata dia.

Juru Bicara Polri, Komisaris Besar Pol. Boy Rafli Amar, juga mengakui adanya kemiripan antara pelaku bom Solo yang tewas di tempat, dengan salah satu buron bom Cirebon. “Iya, mirip secara fisik. Kita duga kuat pelaku terkait bom Cirebon. Kita pernah merilis 5 orang yang masuk Daftar Pencarian Orang bom Cirebon. Dia salah satunya,” kata Boy.

Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan Badan Nasional Penanggulangan Teror, Brigadir Jenderal Pol. Tito Karnavian, juga mengakui kemiripan pelaku dengan buron bom Cirebon. “Memang ada kemiripan,” kata dia. Polisi melakukan uji forensik, otopsi, dan tes DNA, untuk memastikan apakah kemiripan keduanya positif.

Pemilihan Solo dan Cirebon sebagai lokasi aksi teror tahun 2011 ini, agak berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya. Solo dan Cirebon tergolong kota yang relatif tenang. Sementara dahulu, teroris lebih memilih Jakarta dan Bali yang cenderung ramai sebagai lokasi aksinya.

Sebut saja pemboman Hotel JW Marriott di Jakarta pada 17 Juli 2009, pemboman Nyoman’s Cafe di Jimbaran Bali pada 1 Oktober 2005, pemboman di depan Kedubes Australia di Jakarta pada 9 September 2004, pemboman Hotel JW Marriott di Jakarta pada 5 Agustus 2003, dan pemboman Paddy’s Cafe serta Sari Club di Bali pada 12 Oktober 2002.

Lantas mengapa pelaku teror mengalihkan target serangan mereka dari kota-kota besar ke ke daerah-daerah yang dikenal tenang dan damai? Mantan Komandan Jamaah Islamiyah Asia Tenggara, Nasir Abbas, mengatakan bahwa pemilihan lokasi di Solo menunjukkan minimnya dana operasi dari kelompok yang melakukan teror.

“Bom bunuh diri di Solo tidak membutuhkan dana banyak. Lain halnya jika melakukan pemboman di kota besar seperti Jakarta. Pelaku harus mengeluarkan dana besar, akomodasi, dan transportasi yang tidak sedikit,” kata Nasir.

Sementara itu, anggota Komisi Hukum DPR, Eva Kusuma Sundari, menyatakan bahwa teroris sengaja memilih tempat yang ‘low profile’ sebagai modifikasi strategi. “Strategi terornya dimodifikasi. Jangkauan terornya diperluas. Mereka inginnya memperkuat pencitraan,” kata Eva kepada VIVAnews, Senin, 26 September 2011.

Para pelaku teror itu, imbuh Eva, ingin mendelegitimasi pilar-pilar Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Oleh karena itu simbol-simbol dijadikan target serangan. Misalnya di Cirebon yang diserang adalah kantor polisi sebagai penjaga keamanan, dan di Solo yang diserang adalah gereja,” kata dia. (umi)

Cek Fakta: Timnas Uzbekistan Diblacklist AFC dan FIFA karena Pakai Doping
Sosok Brigadir Jenderal (Brigjen) Aulia Dwi Nasrullah

Sosok Jenderal TNI Bintang 1 Termuda, Eks Pentolan Grup 2 Kopassus

Sosok Brigadir Jenderal (Brigjen) Aulia Dwi Nasrullah disebut-sebut sebagai jenderal bintang 1 termuda di Indonesia saat ini.

img_title
VIVA.co.id
7 Mei 2024