- VivaNews/Tri Saputro
VIVAnews - Kepala Badan Reserse dan Kriminal Polri Komisaris Jenderal Polisi Sutarman membantah Ketua Komisi Pemilihan Umum Abdul Hafiz Anshary sudah menjadi tersangka dalam kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi terkait kasus sengketa suara Pilkada di Halmahera Barat, Maluku Utara. Namun, Kejaksaan Agung merilis pernyataan sebaliknya.
Ketua Pusat Penerangan dan Hukum Kejaksaan Agung Nur Rochmat mengungkapkan pihaknya telah menerima Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan (SPDP) kasus tersebut. "Penyidikan terhadap tersangka AHA," kata Rochmat kepada wartawan, Selasa 11 Oktober 2011.
Saat ditegaskan inisial tersebut merujuk pada Abdul Hafiz Anshary, Rochmad tidak membantah. "Tapi, dalam SPDP tidak ada jabatan yang bersangkutan (sebagai Ketua KPU)," jelasnya.
Dia menambahkan bahwa kasus ini masuk penyidikan sejak 27 Juli 2011 dan Kejaksaan Agung telah menerima berkas pada 15 Agustus 2011.
"Kalau masalah substansi perkara, hasil penyidikan, perkembangannya seperti apa, lebih bagus koordinasi dengan Mabes Polri. Tapi intinya, benar kami sudah menerima SPDP," jelasnya.
Ketua KPU Pusat dilaporkan dalam kasus sengketa suara di Halmahera Barat. Sutarman menegaskan, hingga saat ini polisi belum juga memeriksa pelapor. "Belum, saksinya dulu. Seperti apa laporannya, kami periksa dulu," kata dia.
Pernyataan ini berbeda dengan yang disampaikan Wakil Jaksa Agung Darmono kemarin. Menurut Darmono, Ketua KPU Pusat ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri pada 15 Agustus 2011 lalu. "Ya betul sesuai SPDP yang kami terima tanggal 15 Agustus yang lalu," kata Wakil Jaksa Agung Darmono melalui pesan singkat kepada VIVAnews.com, Senin 10 Oktober 2011.
Penetapan tersangka Abdul Hafiz tertuang dalam Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (SPDP) dengan nomor Spdp.No.B./81-DP/VII/2011/Dit.Tipidum. Menurut Direktur Satuan Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Mabes Polri, Brigadir Jenderal Polisi Agung Sabar Santoso, kasus ini masih dalam proses penyidikan.
Kemelut panjang Pilkada Maluku Utara berawal dari adanya sengketa hasil penghitungan hasil Pilkada Maluku Utara di tiga kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat pada November 2007. Sengketa suara itu tidak bisa diselesaikan KPU di tingkat provinsi sehingga diambil alih oleh KPU Pusat.
KPU Pusat melakukan penghitungan hasil Pilkada Maluku Utara dan menetapkan pasangan Abdul Gafur-Aburrahim Fabanyo sebagai pemenang Pilkada Maluku Utara. Pengambilalihan ini tidak menyelesaikan masalah dan malah berbuntut sengketa.
Terkait kasus ini, Abdul Hafiz belum berhasil diwawancarai. Teleponnya tidak diangkat, didatangi dan ditunggui di kantornya dia tidak berada di tempat. (kd)