Periksa Ketua KPU, Polri Akui Salah Ketik

Surat Pemberitahuan Dimulai Penyidikan tersangka Ketua KPU Abdul Hafiz Anshary
Sumber :
  • VIVAnews/Nur Eka Sukmawati

VIVAnews - Polemik benar tidaknya status Hafiz Anshary ditetapkan sebagai tersangka kasus surat palsu Mahkamah Konstitusi, menemukan titik terang.

Badan Reserse Kriminal Markas Besar Polri mengatakan penulisan tersangka atas nama Ketua Komisi Pemilihan Umum, Abdul Hafiz Anshary dalam Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) yang dikirim ke Kejaksaan Agung ternyata salah ketik.

"Terkait dengan SPDP yang dikirimkan ke kejaksaan, terkait dengan terlapor. Jelas di sini ada semacan kekurang cermatan," kata Kepala Biro Penerangan Masyarakat Polri, Brigadir Jenderal I Ketut Untung Yoga Ana di Markas Besar Kepolisian RI, Rabu 12 Oktober 2011.

Yoga menjelaskan, bahwa di dalam surat itu polisi tidak melakukan format ulang yang disesuaikan dengan substansi. Dalam surat itu, kata Yoga, memang tercantum kata 'tersangka' padahal substansinya berdasarkan laporan dari terlapor berinisial AH dan empat komisioner KPU lainnya. "Jadi memang terlapor statusnya, yang artinya masih dalam penyelidikan," kata Yoga.

Yoga menjelaskan, berdasarkan pasal 109 KUHP ayat 1 dijelaskan bahwa dalam hal dimulainya penyidikan yang merupakan tindak pidana, penyidik harus mulai mengungkapkan hal itu kepada Jaksa Penuntut Umum. "Criminal justice system ini ya, artinya sejak saat itu kegiatan-kegatan yang berkaitan dengan penyidikan itu sudah harus dilakukan koordinasi pengawasan," kata dia.

Sementara, Pasal 1 KUHP memiliki defenisi penyidikan adalah serangkaian tindakan penyidik dalam menurut cara yg diatur dalam KUHP itu untuk mencari dan mengumpulkan bukti. Bukti itu digunakan untuk membuat terang tindak pidana yang terjadi dalam guna menemukan tersangkanya.

"Artinya bahwa dalam SPDP itu tidak serta merta harus mencantumkan tersangkanya. Setelah jelas dia merupakan tindak pidana dari hasilĀ  penyidikan itu dengan bukti permulaan yang cukup lalu dilihat mengarah kepada siapa. Sehingga SPDP itu tidak mutlak menentukan siapa tersangkanya," kata Yoga.

Kasus ini bermula dari laporan Muhammad Syukur Mandar yang saat itu menjadi calon legislatif Hanura dari Maluku Utara. Laporan tersebut pertanggal 4 Juli 2011. Syukur melapor ke Mabes Polri karena dia merasa hak perolehan suara di Maluku Utara berkurang. Semula 41.075 kemudian menjadi 35.591 sehingga ada selisih kurang lebih 5484.

Sementara itu, kata Yoga setelah polisi melakukan konfirmasi saat laporan sudah diterima oleh penyidik kemudian SPDP keluar dan mulailah melakukan langkah-langkah penelusuran dan ternyata diperolehlah penjelasan bahwa perubahan bukan di KPU pusat, tapi berawal dari adanya proses penghitungan ulang diĀ  KPUD Maluku Utara. "Itu bersumber dari bahan peroleh penghitungan ulang suara dari Halmahera Barat," kata Yoga.

Perhitungan itu, semula dihitung 18.179 namun setelah dihitung ulang menjadi 12.314. "Dan kan kita ketahui juga bahwa dari proses pemberitaan kemudian narasumber ditanya kan ternyata hal itu pun sudah pernah menjadi perkara di MK sehingga keluar keputusan MK No 48 bulan Juli kemarin, yang pada dasarnya menganggap bahwa perubahan yang bersumber dari KPUD itu sah," kata Yoga.

Harapan Ganjar Pranowo di Idul Fitri 2024: Harus Jalani Kehidupan dengan Lebih Baik
Kia Carens

Kia Bakal Luncurkan Banyak Mobil Listrik Baru, Salah Satunya Carens

Pabrikan asal Korea Selatan, Kia berencana untuk memperkenalkan berbagai model kendaraan listrik di pasar India, salah satunya Carens EV.

img_title
VIVA.co.id
10 April 2024