Warga Camar Bulan: NKRI Harga Mati! Tapi...

Warga melihatkan patok perbatasan Indonesia-Malaysia di Camar Bulan
Sumber :
  • Antara/ Muhlis Suhaeri

VIVAnews -- Ada sisi lain yang terungkap dari wacana yang digelontorkan Komisi I DPR RI soal pencaplokan wilayah Indonesia di Camar Bulan dan Tanjung Datu: nasib anak bangsa yang terpinggirkan di tapal batas.

Mereka hidup di kawasan terpencil, minim fasilitas, tanpa perhatian pemerintah. Karena lebih dekat ke wilayah Malaysia, tiap hari warga pulang pergi -- melintas tapal batas untuk bekerja mencari nafkah di negeri jiran.

Sembako pun harus dibeli dari negeri sebelah. Masyarakat terbiasa memegang ringgit, melihat TV Malaysia, dan mendengar siaran radionya. Lebih sering mendengar kumandang lagu 'Negaraku' dari pada 'Indonesia Raya'.

Namun, saat ditanya, maukah mereka berpindah kewarganegaraan ke Malaysia, ini jawaban mereka:

"Apapun yang terjadi saya tetap WNI, pokoknya NKRI harga mati," kata Sayudin, warga Dusun Camar Bulan Desa Temajok, Palok, Sambas kepada VIVAnews, Sabtu 15 Oktober 2011.

Pria 60 tahun itu menegaskan, meski tinggal jauh dari wilayah Indonesia yang lain, juga dirundung kecewa merasa tak diperhatikan, nasionalisme warga perbatasan masih sangat tinggi. "Misalnya saat perayaan kemerdekaan 17 Agustus, masyarakat merayakan dengan sungguh-sungguh, suasana di sini sangat meriah," kata dia.

Khidmat, itu yang dirasakan warga perbatasan saat upacara kemerdekaan digelar. "Saya bandingkan dengan wilayah lain, Pontianak misalnya, di perbatasan lebih luar biasa."

Sayudin juga membantah isu banyak warga perbatasan yang menyeberang, menjadi warga Malaysia. "Akar kami dari Indonesia. Kami belum menyerah, masih berharap ada perubahan berarti, tetap berharap penuh pada pemerintah," tambah dia.

Diakui Sayudin, pembangunan di wilayahnya masih tertinggal, terutama soal infrastruktur. "Jalan memang sudah dibangun, tinggal pengerasan. Tapi kami tidak tahu kapan selesainya."

Warga Camar Bulan yang lain, Suharmi (29) menilai, pemerintah lamban dalam pembangunan daerah tertinggal. "Masih untung warga perbatasan masih WNI, tak mau pindah kewarganegaraan. Kalau tidak, bagaimana nasib perbatasan?," kata dia.

Sementara, warga lain, Adi menegaskan, status kewarganegaraannya Indonesia. "NKRI bagi saya harga mati. Tapi pembangunan perbatasan juga harga mati," kata dia.

Adi mengaku kecewa, merasa ditelantarkan pemerintah. "Saya kecewa, tapi di sisi lain, Indonesia tidak bisa ditukar apapun," kata dia.

Laporan: Aceng Mukaram| Kalimantan Barat

Kasus Uang Tutup Mulut Donald Trump Seret Nama Karen McDougal, Siapa Dia?
Anthony Sinisuka Ginting melawan Viktor Axelsen di Thomas Cup

Sejarah Tercipta Thomas Cup dan Uber Cup, Sempat Tertunda Gegara Perang Dunia II

Thomas Cup dan Uber Cup merupakan salah satu kompetisi bulutangkis bergengsi di dunia dengan menggunakan sistem beregu putra dan putri.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024