VIVAnews - Pemerintah Kabupaten Sambas, Kalimantan Barat meninjau langsung dan berdialog dengan warga Dusun Camar Bulan Desa Temajok, Kecamatan Paloh.
"Dialog antara Pemkab Sambas dengan sejumlah warga perbatasan begitu antusias. Harapan demi harapan yang dilontarkan warga, sama halnya dengan Pemkab Sambas," kata Humas Pemkab Sambas, Zulkipli kepada VIVAnews.com, Sabtu 15 Oktober 2011.
Zulkipli menilai, warga perbatasan sangat berharap kepada pemerintah pusat lebih serius mengurusi wilayah perbatasan.
"Ya, masyarakat di sini beraktivitas seperti biasanya dan tidak mudah terpengaruh. Artinya, tidak gejolak apa-apa. Namun, warga perbatasan ini sangat ketergantungan dari sisi ekonomi kepada Malaysia," kata Zulkipli.
Untuk diketahui, desa berpenduduk 1.742 jiwa ini rata-rata membeli barang atau berjualan di Teluk Melano, Malaysia. Begitu juga sebaliknya, warga Malaysia sering datang ke Indonesia. Untuk kebutuhan beras misalnya, 80 persen warga Temajok makan beras Malaysia.
Sedangkan untuk kebutuhan telur, tepung, dan gula 100 persen tidak bergantung kepada negeri jiran itu. Begitupula dengan hasil laut. Selain sedikit untuk dikonsumsi masyarakat sendiri, hasilnya dijual langsung ke penampung di Teluk Melano Malaysia.
Zulkipli menjelaskan, saat ini masalah Camar Bulan masih dalam status quo. Disinggung mengenai isu pencaplopkan, ia menjelaskan berdasarkan de facto belum. "Untuk masalah perbatasan masuk kewenangan pemerintah pusat. Tetapi, mereka sudah mulai bercocok tanam mendekati perbatasan," katanya.
Ungkapan Warga
Rasa nasioanalime yang dirasakan warga perbatasan sangat tinggi. Betapa tidak, meraka mengakui kedaulatan NKRI. Walaupun, gonjang–ganjing soal patok batas, tak menyurutkan mereka tetap cinta terhadap NKRI.
Bahkan, ketika 17 Agustus warga perbatasan sangat antusias merayakannya meski kepedulian dari pemerintah sangat kurang.
"Apapun yang terjadi, saya tetap menjadi warga Indonesia. Pokoknya NKRI harga mati. Kami selalu merayakan dan memperingati hari kemerdekaan dengan sungguh-sungguh. Isu-isu soal pergeseran patok batas, itu sangat membingungkan warga. Toh, kami masih saja beraktifitas seperti biasanya," kata Sayudin, dalam perbincangan dengan VIVAnews.com.
Sayudin menegaskan, status kewarganegraan di daerah perbatasan sampai saat ini masih kental dengan NKRI. "Beredar rumor berpindahnya warga negara Indonesia ke Malaysia, itu tidak benar," tegasnya.
Sedangkan Suharmi (29) menilai, pemerintah sangat lamban memperhatikan daerah perbatasan. Beruntung warga perbatasan masih tetap setia dengan kedaulatan NKRI.
"Ya, beruntung mereka masih setia NKRI. Hal inilah yang seharusnya benar-benar diperhatikan pemerintah, ya terutama masalah kesejahteraan masyarakat perbatasan. Jangan hanya bisa membuat isu yang ujung-ujungnya malah meresahkan warga perbatasan, kan kasihan warga," sesalnya. (Laporan: Aceng Mukaram| Kalimantan Barat, umi)