Borobudur Dicoret dari Warisan Dunia UNESCO?

Ribuan umat Buddha memperingati Waisak di Borobudur.
Sumber :
  • VIVAnews/Fajar Sodiq

VIVAnews -- Di saat jagoan Indonesia, Pulau Komodo bertarung di ajang tujuh keajaiban dunia baru atau New7Wonders of Nature, kabar tak sedap berhembus soal Candi Borobudur.

Sejumlah media memberitakan bahwa Candi Buddha terbesar kebanggaan Indonesia itu terancam dicoret dari daftar warisan budaya dunia oleh UNESCO. Sebab, bangunan yang dibuat zaman Syailendra itu kotor dan tak terawat. Juga tercium bau MCK yang menyebar kemana-mana, debu sisa erupsi Merapi belum sepenuhnya bisa dibersihkan, akibat kekurangan anggaran.

Dikonfirmasi, Pengelola Candi Borobudur membantah kabar tersebut.  Presiden Direktur PT Taman Wisata Candi Borobudur, Prambanan dan Ratu Boko, Purnamo menyatakan setelah kejadian erupsi Merapi justru UNESCO bersama dengan Balai Konservasi Candi Borobudur dengan PT Taman Wisata terus melakukan kerjasama untuk penyelamatan Borobudur.

"Jadi berita itu tidak benar UNESCO akan mencoret Borobudur sebagai salah satu peninggalan budaya dunia. Justru UNESCO bersama dengan pengelola Borobudur ingin menyelamatkan salah satu warisan budaya dunia tersebut,"kata Purnomo, Rabu 26 Oktober 2011.

Menurut Purnomo tidak hanya pembersihan abu di lokasi candi namun juga di lingkungan sekitar. Pihaknya memberikan pelatihan kepada masyarakat yang terkena dampak erupsi Merapi seperti pelatihan kerajinan dari sisa abu vulkanik.

"Memang tidak mudah membersihkan sisa abu material Merapi yang berada di candi karena butuh keahlian khusus dan butuh peralatan khusus sehingga tidak merusak candi. Tentunya dengan biaya yang cukup mahal," tandasnya

Lebih lanjut Purnomo menyatakan, program pembersihan candi dari abu erupsi Merapi dilakukan secara bertahap dan sudah terprogram sehingga belum selesai 100 persen.

"Ada batu yang harus dibongkar untuk memastikan pori-pori batu tidak tersumbat abu sehingga air dapat mengalir. Jika masih tersumbat maka akan merusak batu-batu candi bahkan bisa merapuhkan  batu candi,"paparnya.

Purnomo menambahkan untuk perawatan candi sendiri rutin dilakukan oleh petugas namun demikian karena butuh biaya besar apalagi paska erupsi Merapi maka pendapatan dari tiket masuk candi tidak mampu menutup biaya perawatan.

"Saat ini jumlah pengunjung asing sebanyak 200 ribu pertahun dengan tiket masuk 15 dolar dan ditambah dengan wisatawan lokal dengan tiket masuk Rp20 ribu. Dana yang ada belum mampu untuk membersihkan candi dari sisa abu vulkanik,"pungkasnya.

Sementara, Ketua Keluarga Public Relation (Kapurel) Yogyakarta, Deddy Pranowo Eryono mengaku, banyak wisatawan dari domestik dan luar negeri memang sering mengeluhkan pelayanan yang diberikan oleh pengelola Candi Borobudur.

"Ada yang mengeluh candi kotor, banyak sampah, debu dan bau pesing dari MCK di lokasi Borobudur,"paparnya

Sebagai salah satu tujuan wisata dunia, maka pengelola candi Borobudur tidak punya alasan lagi untuk tidak bekerja segera menangani keluhan dari wisatawan tersebut karena sudah menjadi tugas utamanya.

"Kita jangan berpolemik terhadap pemasukan uang dari Candi Borobudur dan pengelolaannya karena itu tugas dari pengelola candi untuk segera menyelesaikannya,"tegasnya.

Lebih lanjut Deddy menyatakan Candi Borobudur merupakan salah obyek wisata dunia yang mampu mengangkat pariwisata Yogyakarta dan bagaimanapun kondisi candi Borubudur dipastikan punya dampak terhadap kunjungan wisatawan di Yogyakarta.

Meski demikian, ia mengaku tak yakin UNESCO akan mencoret Borobudur. "Saya tidak percaya UNESCO akan mencoret Candi Borobudur dari salah satu peninggalan budaya dunia karena justru pasca erupsi Merapi banyak wisatawan dari luar negeri yang ingin melihat Borobudur," pungkasnya.

Laporan: Juna Sanbawa| DIY

Rektor UNU Gorontalo Diduga Lecehkan 12 Mahasiswi, Dosen dan Staf di Kampus
Band All Time Low

Konser Band All Time Low Siap Digelar, Supermusic Janjikan Hal Ini

Konser Forever: Live in Jakarta ini diharapkan akan menarik minat banyak pecinta musik, terutama mereka yang menyukai pop-punk, rock alternatif, dan emo di Indonesia

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024