Rohaniwan Papua: Libatkan AS, PBB, Belanda

Papua dan Irian Jaya
Sumber :
  • papua.go.id

VIVAnews - Persoalan Papua tampaknya tidak akan selesai dengan mudah. Wilayah yang oleh pemerintah dikatakan kembali ke pangkuan NKRI pada 1 Mei 1963 itu terus bergolak. Masih ada sejumlah insiden yang merenggut korban jiwa.

Seorang rohaniwan Papua, Socratez Sofyan Yoman, dengan tegas mengatakan persoalan di tanah Papua bukanlah karena persoalan kesejahteraan. Persoalan utama mereka adalah sejarah dan integrasi Papua ke dalam wilayah Indonesia yang belum selesai. Selain itu adalah soal pelanggaran HAM, pembangunan yang gagal dan marjinalisasi penduduk asli Papua.

"Dari dulu sampai hari ini diskusi-diskusi di media belum menyentuh substansi masalah. Sementara pemerintah tidak mau melihat masalah Papua," katanya dalam diskusi dan peluncuran buku 'West Papua: Persoalan Internasional' di kantor Kontras Jakarta, Kamis 3 November 2011.

Socratez menyatakan masyarakat Papua saat ini masih mempertanyakan legitimasi Negara hasil Pepera tahun 1969. Dia menyebut mereka cenderung tidak mengakui Papua bagian dari NKRI dan meminta status itu ditinjau kembali.

"Saya melihat kegelisahan rakyat Papua yang selalu menghadapi kekerasan pemerintah dan negara. Mereka mendapatkan stigma sebagai kelompok separatis, atau makar. Kekerasan dan gejolak tidak pernah diselesaikan," katanya.

Dia juga menyinggung sejarah integrasi Papua yang melibatkan Perserikatan Bangsa-Bangsa, Amerika Serikat, Belanda dan Indonesia. Menurutnya, hal itu membuktikan bahwa masalah Papua adalah persoalan yang berdimensi internasional.

Elite PAN soal PKB-Nasdem Gabung Prabowo: Ini Masih Perubahan atau Keberlanjutan? 

"Jangan lupa PT Freeport adalah aset internasional yang selalu dijaga TNI dan Polri. Bagaimana tentara dan polisi Indonesia membunuh rakyat Papua demi melindungi dan menjaga perusahaan asing," kecamnya.

Ajak Dialog

Top Trending: Habib Bahar Akui Kemenangan Prabowo Gibran hingga Seorang Ulama Kritik Nabi Muhammad

Dia merekomendasikan pemerintah untuk melakukan dialog tanpa syarat dengan masyarakat Papua dengan menggandeng PBB, AS, dan Belanda sebagai mediator. "Masa depan rakyat Papua harus dibicarakan dengan terbuka dan jujur," ucapnya.

Sementara peneliti LIPI, Ikrar Nusa Bakti mengatakan persoalan Papua tidak dapat diselesaikan dengan kekerasan. Dia mengimbau pemerintah untuk duduk berdialog dengan dilandasi dengan hati nurani bukan di bawah ancaman senjata.

"Saya ingin mengingatkan, jangan merasa ketika Papua masuk wilayah NKRI, hal itu dianggap seperti kemenangan tentara Indonesia. Jika itu yang terjadi maka Indonesia menjadi penjajah di tanah Papua," kata Ikrar. (ren)

Bandara Internasional I Gusti Ngurah Rai Bali

Nasib 2 Debt Collector Ambil Paksa Mobil Polisi, Kemenhub Pangkas Jumlah Bandara Internasional

Berita tentang nasib dua debt collector yang hendak mengambil paksa mobil Aiptu Fandri di parkiran salah satu pusat perbelanjaan di Kota Palembang jadi yang terpopuler.

img_title
VIVA.co.id
27 April 2024