- usaid.gov
VIVAnews - Hingga hari ini Markas Besar Kepolisian RI belum bisa menyelesaikan kasus dugaan manipulasi data Pilkada Halmahera Barat, Maluku Utara.
Menurut Juru Bicara Polri, Inspektur Jenderal Saud Usman Nasution, ada kendala medan yang harus ditempuh untuk melakukan penyelidikan dan memeriksa saksi-saksi di sana. Kendala lain adalah cuaca.
"Polres Halmahera itu daerah susah. Mau ke sana tidak segampang yang kita kira. Jangan bayangkan Halmahera seperti Jakarta yang setiap saat ada transportasi dan kondisi cuaca juga mempengaruhi," kata Saud di Mabes Polri, Selasa 15 November 2011.
Sejauh ini, polisi telah memeriksa lima saksi. Mereka berasal dari Maluku Utara dan Maluku Barat. Salah satu saksi adalah Ketua KPUD Provinsi Maluku Utara. Empat saksi lainnya komisioner KPUD Halmahera Barat. Pemeriksaan ini berkaitan dengan perbedaan pendapat jumlah perolehan suara.
Selain memeriksa lima saksi, polisi juga sudah menyita dokumen-dokumen pelaksanaan sidang pleno saat itu.
Kemelut panjang Pilkada Malut berawal dari sengketa hasil penghitungan hasil Pilkada Malut di tiga kecamatan di Kabupaten Halmahera Barat pada November 2007. Sengketa suara itu tidak bisa diselesaikan KPU di tingkat provinsi, sehingga diambil alih KPU Pusat.
KPU Pusat kemudian melakukan penghitungan hasil Pilkada Maluku Utara dan menetapkan pasangan Abdul Gafur-Aburrahim Fabanyo sebagai pemenang Pilkada Malut.
Pengambilalihan ini ternyata tidak menyelesaikan masalah. Ketua KPU Provinsi Maluku Utara, Azis Khairie, bahkan menggugat Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.
Khairie mempertanyakan kewenangan Yudhoyono yang telah mengangkat Thayib Armayin dan Abdul Gani Kasuba menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Maluku Utara.