- VIVAnews/Fernando Randy
VIVAnews -- Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Bambang Widjojanto mengatakan berdasarkan hasil Pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tahun 2009 hingga 2010 sekitar Rp132 triliun uang negara terindikasi dikorupsi. Selain itu, sangat banyak laporan berbagai lembaga yang dinilai tidak wajar.
"Banyak laporan tidak wajar 48, disclaimer 106. Potret ini bisa dipakai untuk pemberantasan korupsi," kata Bambang saat melakukan uji kepatutan dan kelayakan di Komisi III DPR, Jakarta, Kamis 1 Desember 2011.
Oleh karena itu, kata Bambang, perlu adanya national interest. Bambang menjelaskan, pada tahun 2012 Anggaran Pendapatan Belanja Negara mencapai Rp1.435 triliun. Jumlah ini meningkat dari tahun 2010 yang hanya sekitar Rp1.202 triliun. "Ini menarik kalau kita melihat RAPBN dengan fakta kemiskinan," kata dia.
Bambang menjelaskan, pemberantasan korupsi selama ini tidak langsung menyentuh masalah-masalah penduduk miskin. Bambang mengatakan, 63 persen penduduk miskin ada di desa, misalnya di Papua kemiskinan absolut. Sementara di Maluku, NTT, dan hampir di semua wilayah Indonesia Timur ada problem kemisikinan.
"Sekitar 70 persen penduduk kita ada di pedesaan. Sekitar 60 persen dari 70 persen itu masih dibawah garis kemiskinan," kata Bambang.
Selain menggunakan national interest, kata Bambang, dia juga akan menggunakan agrikultur national interest atau sektor pertanian. APBN hanya meletakkan Rp17,8 triliun untuk pertanian atau sekitar 2,3 persen. "Orang mungkin menganggap itu kecil, kalau dibandingkan dengan anggaran subsidi tinggi sampai Rp208 triliun (untuk BBM, listrik, non energi)."
Sementara itu, khusus non energi ada Rp40,3 triliun termasuk pangan, pupuk, dan benih. "Kalau dijumlah Rp17,8 triliun tambah Rp40 triliun jadi Rp67,8 triliun. Aglikurltur juga menyangkut masalah nelayan, dan ternak. Jadi hitung-hitungan saya ada 15 persen dari APBN untuk pertanian, nelayan, dan peternakan," kata dia.
Bambang menjelaskan, yang menjadi national interest yaitu tax ratio. Indonesia sekarang memiliki tax rasio 12 persen. Padahal, di beberapa negara seperti ASEAN itu tax rationya di atas 15 persen. Sebenarnya, kata Bambang, Indonesia pernah mendapat tax ratio sampai 18,54 persen.
"Jadi kalau dihitung-hitung ada gap taksiran 30-40 persen dari potensi pajak. Itu ada Rp300 triliun. Kalau tax ratio bisa digenjot, kita tidak perlu ada defisit dalam APBN kita. Dan itu bisa dipakai untuk subsidi disektor agrikultural tadi," ujar Bambang.
"Kalau kita punya national interest yang jelas dan kita memberi fokus penegakkan hukum di situ dan pemberantasan korupsi, maka kita akan bisa memberantas korupsi lebih efektif dan efisien." (umi)