Kisah Anak Punk Aceh Dibina Polisi

Razia penertiban anak Punk di Aceh
Sumber :
  • REUTERS/ Stringer

VIVAnews - Sebanyak 65 orang anggota komunitas Punk di Banda Aceh yang ditangkap usai menggelar konser musik akhir pekan lalu, mendapatkan bimbingan di Sekolah Kepolisian Negara (SPN) Aceh Besar.

Ada yang mengaku sedih dan ada yang ingin berubah menjadi lebih baik saat mengikuti bimbingan yang digelar sejak Selasa 13 Desember 2011.

Mengenakan pakaian polisi, selama 10 hari mereka dilatih baris berbaris. Mereka juga mendapatkan bimbingan mental dan dilatih kedisiplinan. Saat pertama masuk kamp pelatihan, rambut mereka telah dicukur dan mereka diwajibkan mandi teratur.

M Fauzi, salah seorang pelatih dari SPN Seulawah mengatakan, selama di tempat latihan polisi itu, mereka dididik kedisiplinan dan latihan fisik untuk menjaga kebugaran. Mereka juga mendapat pelajaran dan pendalaman aqidah dengan mendatangkan ustadz dan pendeta dari luar sekolah polisi itu.

"Tadi pagi, tim dari Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) juga datang membimbing mereka. Ada 18 orang yang non-muslim dan kami panggil pendeta untuk membimbing mereka," kata Fauzi, di SPN Seulawah, Aceh Besar, saat berbicang dengan VIVAnews.com, Jumat malam 16 Desember 2011.

Dari 65 orang yang ditangkap dan dididik di SPN Seulawah, 30 orang di antaranya berasal dari sejumlah daerah di Aceh seperti Banda Aceh, Lhokseumawe, Bireun, Tamiang, dan Takengon. Selebihnya berasal dari provinsi lainnya seperti Sumatera Utara, Lampung, Palembang, Jambi, Batam, Riau, Sumatera Barat, Jakarta, Bali, dan Jawa Barat.

Anggota komunitas Punk ini juga telah diperiksa kesehatannya. Tiga di antaranya dideteksi menderita gejala hepatitis. "Tiga yang gejala hepatitis dan satu orang positif. Setiap pagi kami periksa kesehatan mereka, kalau kesehatannya tidak memungkinkan, dia tidak kami perkenankan mengikuti kegiatan," kata Fauzi.

Arismunadar,15 tahun, salah seorang anak punk yang juga mengikuti pelatihan itu mengaku sedih karena sejak ditangkap dia tidak bisa bersekolah. Arismunandar berasal dari Medan, Sumatera Utara dan datang ke Banda Aceh untuk berpartisipasi dalam konser amal yang digelar Punkers Aceh.

Saat berangkat ke Banda Aceh, dia juga meminta izin orang tuanya. Tetapi sejak ditangkap, dia tidak dapat mengabarkan kondisinya kepada orang tuanya karena handphone-nya disita sementara selama proses pembinaan.

“Saya tidak tahu bagaimana reaksi orang tua kalau tahu saya dibawa ke sini, saya mau menghubungi orang tua. Tapi, bagaimana caranya sebab handphone saya diambil,” katanya.

Anggota Punk lainnya, Sarah, 18 tahun, selama mengikuti pelatihan mengaku dirinya mendapat banyak pengetahuan tentang kedisiplinan dan agama. Dara asal Kabupaten Bireun ini mengaku memilih bergabung dalam komunitas punk karena kurang mendapatkan kasih sayang orang tuanya.

"Setelah dari sini saya mau sekolah lagi, saya ingin berubah dan menjadi lebih baik," ujarnya. (Laporan: Riza Nasser | Aceh, art)

Depok Jadi Tuan Rumah Pembukaan Pendaftaran PPK untuk Pilkada 2024
Ilustrasi konser musik.

Diduga Terganggu, Komika Usir Ibu Menyusui dan Bayinya saat Pertunjukkan

Komika Amerika Serikat (AS) Arj Barker memancing kontroversi setelah aksinya mengusir seorang ibu yang sedang menyusui bayinya di tengah pertunjukan.

img_title
VIVA.co.id
24 April 2024