- VIVAnews/Muhamad Solihin
VIVAnews - Anggota Komisi Hukum Dewan Perwakilan Rakyat dari Fraksi Demokrat, Ruhut Sitompul, mengatakan banyak anggota komisi hukum bisa saja keberatan dengan Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM mengenai pengetatan remisi bagi para koruptor. Namun, bagi dia, SK itu perlu untuk terapi kejut (shock therapy) bagi para koruptor.
"Amir (Syamsudin) dan Denny (Indrayana), kami semua tidak setuju (SK pengetatan remisi) karena melanggar undang-undang. Tetapi Amir dan Denny saya dukung, karena perlu ada terapi kejut buat koruptor," kata Ruhut di Jakarta, Minggu 18 Desember 2011.
Selain itu, Ruhut juga mengatakan, banyak anggota DPR yang seperti kebakaran jenggot ketika Menteri Hukum dan HAM, Amir Syamsudin, mengeluarkan SK itu. Sebab, banyak anggota DPR yang merupakan teman-temannya juga menjadi terpidana korupsi.
"Kalian lihat yang paling syok Aziz Syamsudin, karena Paska Suzeta masih di Cipinang," kata dia.
Sebelumnya, dalam rapat kerja komisi tiga dengan Kementrian Hukum dan HAM terjadi perdebatan panjang. Surat Keputusan tertanggal 31 Oktober 2011 itu berisi soal moratorium pemberian remisi dan pembebasan bersyarat kepada narapidana tindak pidana korupsi dan terorisme.
Banyak kalangan mendukung kebijakan ini. Tapi anggota Komisi III mempersoalkannya dalam rapat itu.
Sejumlah politisi Golkar dan PDIP mempertanyakan kebijakan itu, karena waktu kebijakan seolah dikhususkan untuk politisi Golkar Paskah Suzeta dan politisi PDIP Panda Nababan.
Sidang ini berlangsung dua kali, namun dalam akhir sidang pada 14 Desember 2011 perdebatan ini masih berakhir mengambang. Perdebatan panjang ini diakhiri dengan voting para anggota dewan yang mewakili fraksinya. (ren)