"Jangan Heran Bila Ayah, Ibu dan Anak Dibui"
- VIVAnews/Ikhwan Yanuar
VIVAnews -Korupsi di tanah air kini kian merajalela. Penegak hukum mengendus aksi yang merugikan negara ini sekarang diduga tidak hanya dilakukan penyelenggara negara semata, tapi juga menjelajah hingga pegawai di level bawah.
Yang terbaru, terkuaknya rekening gendut milik Pegawai Negeri Sipil golongan III. PNS yang usianya belum menginjak 30 tahun ini memiliki rekening belasan hingga puluhan miliar rupiah.
Wakil Ketua Pusat Pelaporan dan Analisis Keuangan (PPATK) Agus Santoso mengaku prihatin. Terlebih ketika si pelaku korupsi ikut melibatkan keluarganya.
Misalnya, pelaku yang diduga korupsiĀ secara sadar mentransfer uang hasil kejahatannya kepada istri, anak, bahkan mertua. Jumlahnya pun miliaran rupiah.
Kondisi diperparah dengan tidak adanya anggota keluarga penerima dana bombastis yang mempertanyakan dari mana asal uang dadakan itu. Padahal, dalam Undang-Undang Pencucian Uang yang akan segera berlaku, keluarga yang menerima dana bisa terjerat hukum karena bisa dikategorikan penerima aktif.
"Umumnya kan orang Indonesia, uang hasil itu dikasihkan ke istri. Istrinya senang dan tidak sadar dia bahwa dia juga terseret. Jangan heran nanti kalau bapaknya di Cipinang, istrinya di Pondok Bambu, anaknya di Tangerang," kata pria yang juga peternak kambing perah ini.
Cipinang, Pondok Bambu, dan Tangerang adalah lokasi-lokasi Lembaga Pemasyarakatan. Pondok Bambu dikhususkan untuk wanita dan Tangerang merupakan lokasi penjara anak.
"Dari kacamata sosial, saya mempertanyakan dimana family values-nya, ketika istrinya dikasih Rp2 miliar tidak tanya-tanya dari mana. Mestinya ada zero tolerance dari sang istri. Ketika ibu dikasih Rp2 miliar dari anaknya kok tidak ditanya," kata Agus Santoso saat berkunjung ke Redaksi VIVAnews.com, Kamis malam, 23 Desember 2011.
Agus menjelaskan, format Undang-Undang Tindak Pidana Pencucian Uang saat ini lebih mapan. Alasannya, melalui undang-undang ini, semua pihak yang teraliri dana itu akan dijerat.
Baik si pelaku, penerima aktif, pasif maupun fasilitator seperti bank yang tidak melapor. "Ini canggihnya undang-undang pencucian uang. Ini dapat membantu membersihkan Indonesia dari korupsi," kata Agus yang sebelumnya menjabat Deputi Direktur Hukum Bank Indonesia itu. (eh)