- VIVAnews/Anhar Rizki Affandi
VIVAnews -- Pupus sudah harapan Panda Nababan, anggota DPR RI untuk menghirup udara bebas. Sebab, permohonan kasasinya ditolak oleh Mahkamah Agung sehingga hukuman yang dijatuhkan oleh Pengadilan Tindak Pidana Korupsi yakni satu tahun lima bulan, serta denda Rp50 juta subsidair tiga bulan kurungan menjadi berkekuatan hukum tetap dan pasti.
Putusan Mahkamah Agung itu dibacakan kemarin, Selasa 27 Desember 2011, setelah sebelumnya diputus secara bulat oleh Majelis Agung yang terdiri dari Artidjo Alkostar, Krisna Harahap ,dan Hamrat Hamid.
Ketika dikonfirmasi, Krisna Harahap salah seorang anggota Majelis menjelaskan, kasasi Panda ditolak karena Majelis memandang putusan judex factie (hakim banding) telah benar dan tidak salah dalam menerapkan hukum. "Dan keterangan para saksi di Pengadilan Tipikor, bersesuaian dan ada hubungannya satu sama lain," kata dia, Rabu 28 Desember 2011.
Panda Nababan dan anggota DPR yang lain seperti Agus Tjondro, Dudie Makmun Murod, Engelina Pattiasina, M.Iqbal, dan Budiningsih oleh Pengadilan Tipikor dinyatakan bersalah menerima Travel Cek BII sehubungan dengan pemilihan Miranda Goelltom sebagai Deputi Senior Bank Indonesia melalui Nunun Nurbaetie.
Terkait kasusnya itu, Panda Nababan merilis sebuah buku berjudul "Melawan Peradilan Sesat". Buku tersebut merupakan karya tulisan Panda selama mendekam di balik jeruji besi.
Buku yang ditulis Panda, mengisahkan perjuangannya melawan vonis Pengadilan Tipikor Jakarta Pusat terhadap dirinya dalam kasus dugaan penerimaan suap cek perjalanan.
Menurut Panda, hakim tetap menjatuhkan vonis terhadap dirinya, kendati Jaksa Penuntut Umum (JPU) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tidak bisa membuktikan dirinya menerima cek perjalanan tersebut.
"Dipenjarakan, dinistakan untuk perkara yang tidak jelas. Dituduh suap, siapa yang menyuap, siapa yang disuap, di mana penyuapannya tidak jelas," tutur Panda dalam surat yang dibacakan oleh anaknya, Putra Nababan di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Rabu 19 Oktober 2011.