- ANTARA/Rinby
VIVAnews - Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin menilai kepolisian melakukan pembohongan publik dalam kasus pembubaran massa di Pelabuhan Sape, Bima, Nusa Tenggara Barat. Hal ini mengacu pada video peristiwa itu yang dirilis Komisi Nasional HAM.
"Video menunjukkan bahwa pernyataan para pejabat Polri selama ini patut dipertanyakan, bahkan dapat diartikan telah melakukan kebohongan publik. Seperti prosedur tetap, jumlah korban, kasus penganiayaan yang terjadi, situasi di lapangan, dan sebagainya," kata dia dalam pesan singkat kepada VIVAnews.com, Rabu 4 Januari 2012.
Dia menilai, kebobrokan insitusi kepolisian sudah tidak bisa ditolerir sehingga harus diakhiri. "Perlu keseriusan bangsa ini mereformasi kepolisian. Kita membutuhkan polisi yang profesional sebagai pengayom masyarakat yang dicintai rakyatnya," imbuh politisi asal PDI Perjuangan ini. Hasanuddin yakin masih banyak kepolisian yang baik dan memiliki dedikasi tinggi.
Sebelumnya, Komnas HAM menyatakan tindakan represif yang dilakukan aparat kepolisian dalam pembubaran paksa blokade warga di Pelabuhan Sape tidak sesuai dengan prosedur tetap (protap). Tindakan itu dinilai berlebihan untuk membubarkan blokade massa.
Dalam menggunakan kekuatan, kepolisian harus melalui enam tahapan, yakni pencegahan, perintah lisan, kendali tangan kosong lunak, kendali tangan kosong keras, kendali senjata tumpul, senjata kimia (gas air mata, semprotan cabe) dan terakhir kendali dengan senjata api.
"Aparat kepolisian tidak melakukan tahapan ketiga sampai dengan tahap kelima, tetapi langsung lompat ke tahapan keenam," kata Wakil Ketua Komnas HAM, Ridha Saleh.
Dalam gambar video saat pembubaran unjuk rasa tersebut, kata dia, terlihat jelas bagaimana sejumlah aparat Brimob menggunakan senjata api untuk mengusir warga. Bahkan sejumlah anggota Brimob tampak mengambil dan mengantungi beberapa peluru yang jatuh ke tanah agar tidak dijadikan barang bukti.
Sebelumnya, Kapolri Jenderal Timur Pradopo mengatakan, rusuh yang terjadi di Pelabuhan Sape, Bima, Sabtu 24 Desember 2011, yang menewaskan setidaknya dua orang, adalah ujung atau akumulasi dari keadaan. Ia membantah ada salah prosedur. "Yang ada di Bima itu kan ujungnya. Langkah-langkah preventif sudah dilakukan," kata Timur.