Yunus Husein Sorot Keanehan Kasus Cek Pelawat

Miranda Gultom di pengadilan Tipikor.
Sumber :
  • ANTARA

VIVAnews - Mantan Ketua Pusat Pelaporan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Yunus Husein membeberkan kejanggalan-kejanggalan dalam kasus suap cek pelawat yang meloloskan Miranda Swaray Goeltom sebagai Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia. Menurutnya, ada sebuah kesaksian penting dari Budi Santoso yang saat itu menjabat sebagai Direktur Keuangan PT First Mujur yang diabaikan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Kesaksian yang diberikan oleh Budi, kata Yunus, menjelaskan adanya perjanjian yang dilakukan oleh Hidayat Lukman yang saat itu menjabat sebagai direktur utama dan pemilik perusahaan PT First Mujur dengan Ferry Yen untuk membeli lahan kelapa sawit di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara pada awal 2004.

"Yang menarik, direktur utama dan pemilik tidak jadi saksi. Hidayat Lukman alias Teddy Uban tidak ada dalam daftar saksi itu, padahal transaksi jual beli dilakukan antara dia dengan Ferry Yen," kata Yunus di Kantor ICW, Jumat 27 Januari 2012.

Menurut Budi, saat bersaksi di Pengadilan Tipikor, pembelian 480 lembar cek pelawat di Bank Internasional Indonesia melalui Bank Artha Graha merupakan permintaan Ferry. Diketahui, cek perjalanan itu merupakan pembayaran uang muka pembelian lahan kelapa sawit seluas 5.000 hektar di Tapanuli Selatan, Sumatera Utara dengan harga Rp15 juta per hektare.

"Kami lihat traveller cheque-nya pecahannya Rp50 juta, padahal ada yang menjual cuma setengah hektare. Alasan Ferry Yen yang hanya mau dibayar traveller cheque tidak masuk akal. Apakah traveller cheque ini dipotong, ini yang tidak digali," kata Yunus.

"Masa orang kampung dibayar traveller cheque. Di daerah Tapanuli Selatan, biasanya kan rakyat lebih senang dibayar pake tunai," lanjutnya. "Cek pelawat itu untuk perjalanan. Masa beli tanah pake cek pelawat. Pecahannya juga tak sesuai dengan harga tanahnya. Jadi kalau mengarang agak logic sedikit lah," tambah Yunus.

Kejanggalan lain, kata Yunus, pembelian lahan kelapa sawit itu akhirnya tidak jadi dilaksanakan tapi uang hanya dikembalikan Rp13 miliar. Sisanya, belum kembali sampai Ferry Yen meninggal pada tahun 2007.

"Kalau rakyat menjual kebun plasma kok tiba-tiba batal. Ada yang perlu ditanya, benar apa tidak mereka saat itu menjual, jangan-jangan hanya pembelokan saja. Meski batal tidak tahu TC-nya kemana," kata dia.

"Dan pinjaman dari Artha Graha itu sudah lunas. Siapa yang melunasi, itu yang harus ditelusuri," kata dia. Yunus menambahkan terpilihnya Miranda sebagai Deputi Gubernur Senior sudah pasti ada sponsornya.

"Biasanya dalam pemilihan pejabat publik ada sponsor. Keterangan dari deputi gubernur yang masih aktif saat itu, logikanya memang ada. Meski hukum bias, tidak berdasarkan logika tapi bukti. Biasnya bank-bank bermasalah," kata dia.

Organisasi Liga Muslim Dunia Ucapkan Selamat ke Prabowo: Semoga RI Makin Maju

Oleh karena itu, Yunus mengimbau agar KPK mengeksplorasi lebih jauh kemungkinan-kemungkinan ini.

"Kenapa orang mau jadi sponsor dengan ongkos mahal. Banyak yang punya kepentingan. Apalagi, BI banyak policy seperti open market operation, jual beli SBI, dalam rangka intervensi di pasar. Berapa mengintervensi dengan rate berapa. Valuta asingm misalnya. Mau turun ke pasar atau nggak kalau info itu diperoleh itu bisa dilirik pemodal. Bisa mengambil keuntungan dan mencegah kerugian," kata dia.

Perjalanan kasus ini di KPK telah sampai pada penetapan Miranda sebagai tersangka. Banyak kalangan menduga ada sponsor di belakang Miranda. Desakan mengusut sponsor yang berada di belakang Miranda semakin menguat.

Pengakuan Erick Thohir dan PSSI soal Kinerja Shin Tae-yong

Miranda sendiri enggan berkomentar banyak terkait dugaan sponsor di belakangnya terpilihnya dia. "Dalam persidangan nanti lebih baik Saudara dengarkan semua. Saya tidak akan bicara substansi seperti itu di sini. Yang jelas saya tahu apa yang saya tahu, dan sudah saya sampaikan," kata Miranda dalam jumpa pers di kediamannya di Jalan Sriwijaya, Kebayoran Baru, Jakarta, Kamis kemarin.

Kepala Divisi Treasury Artha Graha, Gregorius Suryo Wiyoso, saat bersaksi di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi pada 5 April 2010, menyatakan Bank Artha Graha memang pernah meminta Bank International Indonesia untuk mengeluarkan 480 lembar cek pelawat. Permintaan itu dilayangkan pada 8 Juni 2004. "Saya menerima perintah untuk dicarikan bank untuk mendapatkan cek perjalanan," kata dia. Selengkapnya klik di sini. (kd)

Medco Energi Resmi Divestasi Seluruh Sahamnya di Ophir Vietnam Block 12W B.V
VIVA Militer Letkol Inf Ardiansyah alias Raja Aibon Kogila

Rekam Jejak Luar Biasa Raja Aibon Kogila 821 Hari Jadi Komandan Pasukan Tengkorak Kostrad TNI

Dari hidupkan kota mati di sarang OPM hingga sejahterakan prajurit.

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024