- ANTARA/Jessica Wuysang
VIVAnews - Wakil Ketua Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat, Tubagus Hasanuddin, mengatakan TNI Angkatan Udara mengajukan anggaran sebesar US$6,5 miliar untuk membeli sejumlah peralatan militer hingga 2014.
Pembelian itu untuk memperkuat alat utama sistem pertahanan (Alutsista) yang dinilai telah ketinggalan zaman. "Di dalam itu ada item AU akan membeli pesawat tanpa awak," kata TB Hasanuddin di gedung DPR, Jakarta, Rabu 1 Februari 2012.
Hasanuddin mengatakan pesawat intai tanpa awak itu akan dibeli dari Filipina. Namun pesawat itu diproduksi Israel.
"Harga belum diplot berapa untuk membeli dari Filipina. Banyak yang katakan itu punya Israel, tapi kita belum bicarakan dengan Kemenhan. Mudah-mudahan minggu depan kita akan bicarakan US6,5 miliar itu akan beli apa saja," ujar dia.
Menurut anggota Fraksi PDI-P itu, anggota Komisi I cenderung menolak rencana pembelian pesawat intai dari Filipina itu. Sebab, kata dia, Institut Teknologi Bandung (ITB) sudah bisa membuatnya. "Dan kita tak punya hubungan dagang dan diplomatik dengan Israel. Kita akan kesulitan suku cadangnya," kata dia.
"Israel memang biasa menjual ke mana-mana dan tidak selalu langsung, biasa itu. Yang penting laku dan dijual ke negara kedua dan ketiga."
Hasanuddin menambahkan, pesawat intai yang akan dibeli dari filipina itu hanya bisa terbang pada ketinggian tertentu. Menurut dia, durasi terbang pesawat tanpa awak ini mencapai 24 jam. "Dengan kamera dan hasil jepretan yang dikirim itu bisa untuk perbatasan dan wilayah pantai.
Kebutuhan tak terlalu banyak juga mungkin satu skuadron dan bisa dipecah-pecah. Sekarang kita sudah pakai di wilayah Kalimantan, saya tak persis tahu berapa," kata dia.
Namun, jika rencana pembelian pesawat tanpa awak itu benar-benar terjadi, Hasanuddin meminta agar diupayakan transfer of technology (TOT). "Konsep tetap membeli dari luar, pertama Indonesia belum bisa membuat. Kalau harus membeli harus ada TOT, membeli kalau diembargo juga tidak boleh," ujar dia.
Lebih Efektif
Hasanuddin sendiri menganggap Indonesia memang perlu mengoperasikan pesawat intai tanpa awak tersebut. Khususnya di wilayah perbatasan, baik darat maupun laut. "Akan lebih efektif kalau pakai pesawat itu, patroli lewat darat dalam kondisi geografis susah," katanya.
"Kedua, dia bisa ada data dan karena pakai foto dan pengoperasiannya lebih murah dan secara teknis dan taktis bagus, karena dia enggak ada suara. Kalau ada penyeludup narkoba dan human trafficking pendeteksian mudah."
Sementara itu, dihubungi terpisah, Kadispen TNI AU, Marskal Pertama Asman Yunus membantah pernyataan TB Hasanuddin itu. Menurutnya, TNI Au tak pernah membahas renacan pembelian pesawat intai dari Filipina itu. "Pesawat intai? Saya tidak mengerti. Sejak kapan kita mengajukan itu, AU tidak pernah bicarakan pesawat intai," kata dia.
Menurut dia, selama ini TNI AU memang baru memiliki dua pesawat intai dengan awak. Keduanya berasal dari PT Dirgantara Indonesia. "Kami juga masih menunggu pesawat intai lainnya dari PT DI," kata Asman. (ren)