-
VIVAnews - Mahkamah Konstitusi memutuskan mengabulkan gugatan uji materi pasal 50 ayat 3 UU Sistem Pendidikan Nasional. Pasal itu bertentangan dengan UUD 1945. Dengan begitu maka Rintisan Sekolah Berstandar Internasional harus dibubarkan dan kembali menjadi sekolah reguler.
Namun ternyata tidak semua hakim konstitusi satu suara soal putusan pasal yang berbunyi, “Pemerintah dan/atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan yang bertaraf internasional” itu.
Dalam putusan yang dibacakan, Selasa 8 Januari 2012, Hakim Konstitusi Achmad Sodiki memiliki pendapat berbeda. Menurutnya penghapusan RSBI atau SBI justru menyuburkan larinya anak-anak ke luar negeri untuk mencari pendidikan yang bermutu tinggi, sementara upaya peningkatan mutu pendidikan dalam negeri tidak mendapat sambutan dengan tangan terbuka.
Lihat Juga
"Hal-hal yang menjadi kelemahan RSBI dan SBI sebenarnya dapat diperbaiki
tanpa membatalkan upaya perbaikan mutu pendidikan lewat RSBI dan SBI. RSBI atau SBI merupakan upaya nyata dan hasil positif perbaikan pemerataan mutu pendidikan, sekali pun masih mengandung kelemahan. Berdasarkan argumentasi tersebut di atas seharusnya permohonan ini ditolak," ujar Achmad Sodiki.
Seperti diketahui, Koalisi Anti Komersialisasi Pendidikan (KAKP) mengajukan uji materi UU Sisdiknas ke Mahkamah Konstitusi pada 11 Januari 2012. Kuasa hukum pemohon, Wahyu Wagiman mengatakan guna mendukung pemenuhan Pasal 50 ayat 3 UU Sisdiknas, pemerintah telah mengeluarkan berbagai peraturan, seperti PP No 17/2010 tentang pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan serta Permendiknas No 78/2009 tentang penyelenggaraan sekolah bertaraf internasional.
"Peraturan-peraturan itulah yang kemudian menjadi dasar penyelenggaraan RSBI untuk memungut bayaran tinggi kepada warga negara dan tidak terjangkau oleh kelompok miskin," ujarnya dalam sidang pendahuluan di Gedung MK, Jakarta, Jumat, 27 Januari 2012 lalu.
Menurutnya, penyelenggaraan RSBI telah memicu dualisme sistem pendidikan nasional karena mengacu pada kurikulum yang terdapat pada lembaga pendidikan negara-negara Organisasi Kerja Sama Ekonomi dan Pembangunan (OECD). Penyelenggaraan RSBI juga bertentangan dengan sila kelima Pancasila “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia" karena sekolah milik pemerintah tersebut tidak dapat diakses oleh seluruh warga negara terutama dari murid keluarga miskin. (umi)