- VIVAnews/ Nur Eka Sukmawati
VIVAnews - Komisi III DPR sulit mengorek informasi dari para calon hakim agung dalam proses uji kelayakan dan kepatutan setelah pernyataan Hakim Daming Sunusi mendapat banyak kecaman. Sebab, para calon hakim agung lebih berhati-hati dalam menjawab setiap pertanyaan.
Akibatnya, para calon hakim agung hanya mengeluarkan pernyataan-pernyataan normatif saja. Padahal, dengan paparan terobosan dalam penyelesaian kasus itulah Komisi III dapat menilai kualitas calon hakim agung.
"Jawabannya normatif, mereka bertameng takut melanggar etika karena tidak boleh mengomentari putusan. Menurut saya karena ada tekanan pskologis kasus Daming," kata anggota Komisi III, Indra, di Gedung DPR, Jakarta, Rabu 23 Januari 2013.
Denan kondisi seperti ini, uji kelayakan dan kepatuan menjadi tidak produktif. "Karena terkendala jawaban normatif dan berlindung dengan kata-kata kode etik, mereka tidak mau berkomentar, akhirnya sangat terbatas. Sehingga kami menilai tidak punya terobosan," ujar anggota Fraksi PKS ini.
Meski begitu, Indra menilai sikap hati-hati yang ditunjukkan para calon hakim agung itu sangat positif. Karena seorang hakim memang harus hati-hati dalam membuat keputusan. "Tapi, uji kelayakan dan kepatutan merupakan cara kami untuk menggali," kata dia.
"Saya kira hakim harusnya punya terobosan dan keberanian, tidak melulu pada zona aman. Pertanyaan kami berusaha menggali sejauh mana wawasan dan konsepsi calon hakim agung dalam memandang kasus, karena konsepsi itu juga keberpihakan hakim," Indra menambahkan.
Sebelumnya, Hakim Daming mengeluarkan sebuah kelakar yang menyatakan pelaku dan korban pemerkosaan sama-sama menikmati. Pernyataan itu mendapat kecaman dari masyarakat. Daming dinilai tidak sensitif. (umi)